(SPNEWS) Bandung, Sekitar 5.000 buruh Jawa Barat yang tergabung dengan Aliansi Buruh Jawa Barat pada 20 Oktober 2015 melakukan aksi di depan Gedung sate-Bandung menolak RPP Pengupahan yang dikeluarkan oleh pemerintahan dalam paket kebijakan ekonomi jilid IV
Aliansi Buruh Jawa Barat yang terdiri dari DPD SPN, DPD KSPSI, DPD SBSI ’92, DPD KEP KSPI, DPW GOBSI, DPW FSPMI, KORWIL KSBSI, KORWIL GASPERMINDO, KORWIL KSN, KORWIL FSPM, KORWIL PPMI melakukan aksi di depan Gedung sate-Bandung menolak RPP Pengupahan dengan Formula Kenaikan Upah Minimum sebesar Inflasi di tambah Pertumbuhan Ekonomi.
Alasan buruh Jawa Barat melakukan aksi dikarenakan Serikat Pekerja tidak lagi dilibatkan dalam Kenaikan Upah Minimum karena dengan formula yang sudah ditetapkan maka Dewan Pengupahan tidak berfungsi lagi; alasan berikutnya adalah Upah dasar buruh di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara – negara lain di ASEAN; RPP Pengupahan didalangi oleh “Pengusaha Hitam” yang serakah dan rakus; Formula kenaikan Upah Minimum yang diatur dalam RPP Pengupahan bertentangan dengan konstitusi yaitu UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan alasan yang terakhir yang disampaikan oleh buruh adalah Persoalan jangka pendek buruh tetapi di jawab dengan jangka panjang oleh pemerintah.
Sekitar jam 09.00 wib Massa aksi dari berbagai daerah di antaranya Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Cirebon, Sukabumi dan dari berbagai daerah lain di Jawa Barat mulai berdatangan dengan mengusung atribut organisasi dan spanduk.
“Di tengah kondisi seperti ini, pengupahan sudah dalam proses, kalau RPP diberlakukan berarti segala proses yang sudah dilalui di kabupaten kota menjadi sia sia, terkait dengan itu, kami mendesak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk melakukan statement yang dulu disampaikan, di mana Pemprov Jabar tidak akan memberlakukan suatu kebijakan pusat yang berpengaruh terhadap kondusifitas Jawa barat. Kami akan tagih janji itu dan kami akan menyampaikan beberapa tuntutan dengan poin utama menolak RPP pengupahan,” jelas Iyan Sopyan yang juga merupakan Ketua DPD SPN Jawa Barat di sela aksi depan halaman Gedung Sate-Bandung.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam aksinya juga buruh Meminta kepada Gubernur/Bupati Walikota/DPRD untuk menyampaikan rekomendasi kepada Presiden agar :
Pertama menolak RPP tentang Pengupahan dan formula kenaikan upah minimum dengan rumus inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, kedua Serikat Pekerja/Serikat Buruh melalui wakilnya yang duduk dalam Dewan Pengupahan harus dilibatkan dalam menentukan kenaikan upah minimum dengan kata lain kenaikan upah minimum wajib dirundingkan dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, ketiga Meminta kepada Pemerintah untuk menghentikan segala pembahasan terkait RPP Pengupahan tentang Pengupahan dan formula kenaikan upah minimum sebesar inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi tapi sebaliknya yang harus dilakukan pemerintah adalah memanggil semua unsur tripartit untuk bernegosiasi tentang isi RPP Pengupahan dan formula kebaikan upah minimum dengan tetap mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), keempat Meminta agar komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang saat ini 60 item ditingkatkan menjadi 84 item sehingga nantinya akan mendapat angka rata-rata upah dasar di Jabodetabek dan kota-kota industri yang lain sebesar 3.7 juta.
Untuk saat ini kenaikan upah menjadi 3,7 juta merupakan langkah yang tepat untuk memastikan daya beli tetap terjaga; dan yang kelima Buruh meminta agar struktur dan skala kenaikan upah menjadi wajib terutama bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja di atas 1 tahun dan apabila hal ini tidak diterapkan kami meminta ada sangsi pidana.
Dikarenakan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan tidak mau menemui perwakilan buruh maka buruh akhirnya membubarkan diri dengan mengeluarkan ancaman akan melakukan aksi yang lebih besar di tingkat Nasional.
Tina/Jabar 7