Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta,  Banyak hal yang menimbulkan kemiskinan dan kemiskinan yang paling parah adalah kemiskinan mental atau ahlak. Namun tetap saja kemiskinan itu berawal dari kemiskinan material. Ajaran agama pun menggambarkan bahwa kemiskinan ini akan berakibat kekufuran, orang yang kesulitan material cenderung untuk mengambil jalan pintas, berbuat kriminal yang tentu saja akibatnya akan merugikan banyak pihak.

Praktik perburuhan pada kenyataannya banyak yang melakukan penindasan yang berujung kepada kemiskinan pada kaum buruh tersebut. Padahal menjadi buruh adalah salah satu harapan dari mereka agar dapat memperbaiki nasib dan kehidupan mereka.

Adapapun faktor yang mendorong kemiskinan terhadap kaum butuh adalah :

A. Faktor lingkungan, karena didaerah asal mereka tidak memiliki lahan garapan, kekeringan, iklim yang tidak cocok.untuk bercocok tanam sehingga akhirnya memaksa mereka untuk pindah ke kota dengan bekal pendidikan dan keterampilan seadanya sehingga mereka umumnya bekerja sebagai buruh kelas bawah.

B. Alasan individual karena hanya mengejar status dan kepastian upah meskipun minim tetapi rutin dan pasti yang akhirnya tidak upah mereka tidak pernah dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.

C. Alasan keluarga, banyak buruh yang sudah tidak betah dengan lingkungan kerjanya mereka ingin pindah kerja tetapi keluarga (orangtua, istri) melarang karena ragu dengan kepastian nasib dimasa datang.

Baca juga:  ADA 14 PERUSAHAAN DI JAWA TIMUR AJUKAN PENANGGUHAN UMK 2021

D. Penyebab sub budaya yaitu yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari. Buruh biasanya hidup bersama-sama dalam komunitas butuh yang biasanya sama-sama miskin. Satu sama lain saling membantu untuk berhutang.

E. Sosial politik yang tidak stabil membuat harga- harga melambung tinggi yang tidak sebanding dengan kenaikan upah itu sendiri, belum lagi pajak dan jaminan sosial yang harus dibayar oleh buruh.

F. Penyebab struktural, kebijakan dan praktek ekonomi sebuah negara berdampak secara signifikan kepada negara lain, diantaranya perdagangan bebas dan sistem pengupahan yang memisahkan buruh dengan hasil produksinya.

Kelas buruh muncul sebagai efek dari perkembangan industri baik manufaktur maupun perkebunan berskala besar. Buruh selalu berfikir dalam bingkai perusahaan sehingga posisinya selalu lemah dan tidak bisa mandiri. Buruh sangat tergantung kepada pengusaha/pemilik modal dan karena ketergantungan dan ketakutan ini maka walaupun buruh jumlahnya sangat besar menjadi tidak memiliki pengaruh karena pola berpikir mereka yang selalu diarahkan menjadi personal. Tidak bekerja tidak dibayar upahnya kalau tidak dibayar mereka akan makan apa?, bagaimana dengan istri dan anak-anaknya?, hal-hal seperti ini yang akhirnya membuat mereka menjadi diam dan pasrah menerima “kemiskinan”. Selain itu secara sistematis buruh dipisahkan dari komunitas masyarakat lain, dimulai dengan pemaknaan yang negatif tentang buruh, status kerja, praktik pengupahan dan lain – lain, akibatnya butuh cenderung dimiskinkan secara sistematis.

Baca juga:  MAY DAY 2018, KAOS KAMI YANG BERAKSI

Apalagi kondisi sekarang ini diperburuk dengan keadaan pandemi Covid-19. Yang mana banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pandemi tersebut, sementara kalau kita melihat dari rilis daftar orang terkaya di Indonesia, kekayaan mereka secara signifikan tidak terpengaruh oleh pandemi ini, malahan muncul banyak orang kaya baru di Indonesia. Ini sesuatu hal yang perlu disikapi dengan bijaksana bahwa apabila jurang kesenjangan antara si miskin dengan si kaya semakin lebar, maka cepat atau lambat akan memicu gejolak sosial, yang mana kalau kita belajar dari pengalaman sejarah bahwa setiap gejolak sosial yang terjadi akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit dan menimbulkan trauma bagi generasi yang akan datang.

 

SN 09/Editor