Ilustrasi
Menurut Bank Dunia orang miskin di Indonesia akan kesulitan membeli bahan pangan
(SPNEWS) Jakarta, Bank Dunia memberikan peringatan kepada pemerintah Indonesia terkait masalah pangan. Masalah ini muncul sebagai salah satu akibat dari pandemi COVID-19. Peringatan itu tertuang dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) Desember 2020 yang baru diluncurkan Bank Dunia. Menurut Country Director World Bank untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, ketersediaan pangan di Indonesia cenderung berpusat di daerah perkotaan.
“Ada beberapa tantangan fundamental. Konsumsi pangan lebih dinikmati oleh daerah perkotaan, dan sekarang daerah perkotaan sekarang meminta lebih banyak lagi makanan bergizi yang lebih beragam,” ucapnya dalam acara peluncuran IEP Desember 2020 secara virtual, (17/12/2020).
Kahkonen mengatakan, tantangan sektor pangan di Indonesia bukan terkait ketersediaannya, melainkan keterjangkauan bagi kelompok tertentu. Bank Dunia mencatat masyarakat miskin dan rentan di Indonesia semakin tak mampu untuk membeli makanan pokok.
“Sekarang bukan masalah ketersediaan tapi keterjangkauan, Jadi pasokan pangan ini lebih banyak dinikmati oleh yang mampu tapi tidak untuk kelompok miskin,” terangnya.
Dalam laporan IEP Desember 2020, Bank Dunia mencatat makanan menyumbang rata-rata pengeluaran rumah tangga seluruh Indonesia mencapai 55,3%. Namun jika dilihat untuk kelompok masyarakat bawah atau miskin harus menghabiskan 64,3% pengeluarannya hanya untuk membeli makanan. Sementara untuk 20% masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat menengah ke atas menghabiskan 41,9% pengeluarannya untuk membeli makan.
Perbedaan yang sangat mencolok lainnya adalah pengeluaran untuk pembelian makanan pokok seperti beras. Untuk 20% kelompok masyarakat paling miskin menghabiskan 12,2% pengeluarannya untuk beli beras. Sementara untuk orang kaya hanya 4,1% dari pengeluarannya untuk beli beras. Di sisi lain ada faktor yang cukup memperberat kondisi. Ternyata harga beras di Indonesia merupakan yang paling mahal dibandingkan dengan negara lain di kawasan.
Jika masalah ini tidak segera ditindaklanjuti, Bank Dunia memperkirakan ada risiko malnutrisi dan kelaparan karena sebagian masyarakat Indonesia semakin tidak mampu untuk membeli makanan yang bergizi.
Ada 3 perubahan yang direkomendasikan Bank Dunia untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan dan memodernisasi sistem pertanian pangan.
Pertama, pendekatan ketahanan pangan perlu diperluas untuk menjawab kebutuhan Indonesia dan mewujudkan visi ketahanan pangan komprehensif yang tertuang dalam
Undang-Undang Pangan.
Kedua, tujuan dan instrumen kebijakan perlu disesuaikan kembali dan cakupan kebijakan didefinisikan kembali. Ketiga, pengeluaran publik perlu dialokasikan kembali untuk mendapatkan dampak yang lebih besar dan produktif.
Untuk menerapkan strategi ketahanan pangan yang lebih luas ini, tujuan kebijakan perlu disesuaikan untuk meningkatkan produktivitas dengan bergeser dari fokus eksklusif pada peningkatan hasil ke peningkatan produktivitas tanaman dan ternak.
Kemudian diversifikasi dengan melakukan transisi dari fokus pada tanaman terpilih menjadi pertanian yang terdiversifikasi yang menguntungkan semua petani.
Terakhir terkait daya saing dengan beralih dari melindungi pasar domestik dengan pembatasan impor. Sehingga lebih mendukung peningkatan daya saing pertanian dan membuka pasar ekspor yang luas bagi produsen dalam negeri.
SN 09/Editor