Banjir impor tekstil menyebabkan penurunan utilitas dan pengurangan jumlah pekerja
(SPN News) Jakarta, Banjir impor tekstil menyebabkan penurunan utilitas dan pengurangan jumlah karyawan pabrik. Presiden pun didesak turun tangan untuk menyelamatkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi) Suharno Rusdi mengatakan anggota asosiasi yang tersebar di seluruh industri tekstil melaporkan rerata tingkat utilisasi produksi pasca Lebaran hanya 50%. Hal ini disebabkan perusahaan kesulitan menjual produknya, baik di pasar domestik, maupun pasar ekspor.
“Bahkan, beberapa di antaranya telah mengurangi jumlah karyawannya,” ujarnya dalam keterangan resmi,(22/7/2019).
Ikatsi menuding Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64/2017 yang memberikan akses impor tanpa kontrol kepada pemegang API-U atau pedagang melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) sebagai penyebab utama keterpurukan industri tekstil saat ini. Selama 2018, impor TPT naik 13,9% secara tahunan dari US$8,8 miliar ke US$10,02 miliar dan menyebabkan neraca perdagangan turun sebesar 25,6% yoy menjadi US$3,2 miliar.
Pada aturan sebelumnya, yaitu Permendag Nomor 85/2015, diatur bahwa yang boleh mengimpor adalah produsen (API-P) untuk kepentingan bahan baku sendiri. Suharno menilai kondisi kinerja perdagangan TPT pada 2018 merupakan yang terburuk dalam 10 tahun terakhir.
“Kalau pemerintah serius memperbaiki neraca perdagangan, Presiden Joko Widodo harus segera turun tangan dan selamatkan industri TPT nasional,” katanya.
Asosiasi meminta agar Permendag 64/2017 segera dicabut dan dikembalikan ke Permendag 85/2015.
Selanjutnya perlu dilakukan evaluasi agar fungsi dan peran PLB dikembalikan sebagai penyedia bahan baku yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, bukan menjadi karpet merah bagi barang-barang impor sehingga industri TPT nasional terdesak seperti saat ini. Sebelumnya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan Kemendag siap melakukan revisi aturan mengenai importasi produk tekstil melalui pusat logistik berikat (PLB). Dia sepakat dengan usulan Kementerian Perindustrian untuk mengevaluasi ketentuan dalam proses importasi produk tekstil melalui PLB.
Menurutnya, Permendag No.64/2017 tentang ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil sejatinya belum dapat dijalankan secara penuh.
“Kami setuju dan siap untuk evaluasi dan revisi ketentuan impor TPT via PLB. Namun yang perlu menjadi catatan, Permendag impor tekstil sebenarnya sampai sekarang belum bisa dijalankan, karena aturan pendukung mengenai tarif dari Kementerian Keuangan belum terbit sampai saat ini,” katanya
Enggar pun merasa heran dengan lonjakan impor produk tekstil jadi melalui PLB, lantaran menurutnya secara aturan, importasi belum dapat dijalankan. Kendati demikian, dia akan tetap melakukan diskusi dengan Kementerian Perindustrian dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan terkait dengan ketentuan importasi produk tersebut. Salah satu wacana yang muncul adalah mengembalikan jalur importasi TPT melalui pemeriksaan border. Namun menurutnya, wacana itu bukan satu-satunya solusi yang akan ditempuh oleh pemerintah.
SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor