​Audensi terkait pelaksanaan struktur dan skala upah serta berbagai permasalahan hubungan industrial yang terjadi di Kota Pekalongan

(SPN News) Pekalongan, Dipimpin langsung Ketua DPD SPN Jawa Tengah, HM Bowo Leksono, puluhan pekerja dari DPC SPN Kota Pekalongan menggelar audiensi bersama Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) terkait sejumlah masalah hubungan industrial, (9/02/2018) di Aula Kantor Dinperinaker. Salah satu poin utama yang dibahas yakni terkait penerapan struktur skala upah di Kota Pekalongan. Meski sudah ditetapkan dalam PP 78 Tahun 2015, dan diatur pelaksanaannya dalam Permenaker 1 Tahun 2017, namun pelaksanannya dinilai masih jauh dari harapan.

Belum adanya persepsi yang sama antara pengusaha dan pekerja serta belum jelasnya aturan dalam Permenaker, berdampak penerapan struktur skala upah dianggap masih seadanya tanpa melihat kepatutan. Masalah struktur skala upah yang masih belum layak, diungkap Wakil Ketua DPC SPN Kota Pekalongan, Arif Fiyanto. Ia mencontohkan penerapan struktur skala upah di perusahaan tempatnya bekerja. Ia menganggap penerapan struktur skala upah disana sia-sia, sebab tidak mengacu pada empat komponen yang menjadi acuan.

Baca juga:  GOYANG IKUT LESU? TIKTOK PANGKAS KARYAWAN, TANDA GELOMBANG PHK MENYERANG INDUSTRI KREATIF?

“Struktur skala upah diterapkan dengan hanya memberikan kelebihan 8,71% dari gaji pokok. Tentu besarannya tidak seberapa. Saya yang sudah bekerja 22 tahun disana, hanya mendapatkan tambahan gaji sesuai kenaikan UMK yakni Rp141 ribu plus tambahan dari struktur skala upah sebesar Rp1000,” ungkapnya.

Keputusan itu diterapkan karena perusahaan mengacu pada poin penerapan struktur skala upah sesuai kemampuan perusahaan yang dicantumkan dalam PP. Sehingga penerapannya tidak berlandaskan pada asas kepantasan, kepatutan dan kelayakan. “Perusahaan kekeh dengan pendapatnya bahwa itu sesuai kemampuan perusahaan. Yang terpenting sudah memberikan itu,” tambah Arif.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinperinaker, Slamet Hariyadi mengakui bahwa belum adanya juknis yang jelas menjadi problem penerapan struktur skala upah. “Kami berkesimpulan bahwa memang aturan tentang struktur skala upah belum ada persepsi yang sama. Satu sisi perusahaan menyatakan sudah menerapkan dengan mungkin tolok ukurnya sudah di atas UMK. Tapi pekerja beranggapan bahwa penerapannya harus memperhatikan empat komponen,” jelasnya.

Baca juga:  SPN HADIRI KONGRES BBTK/ISVI BELGIA 2019

Untuk itu dalam rangka menyamakan persepsi, dalam waktu dekat Dinas akan menggelar workshop struktur skala upah bagi seluruh pekerja dan pengusaha. Dalam workshop, akan dibahas bersama terkait acuan yang jelas dalam penerapannya, sehingga dua pihak memiliki persepsi yang sama.

“Mungkin Maret atau April kami laksanakan. Karena kalau dijelaskan saat ini waktunya tidak mencukupi. Mohon nanti seluruh pihak bisa menyumbangkan pikirannya untuk merumuskan bersama acuan ini. Setelah persepsinya sama, maka penerapannya akan lebih mudah dan diterima kedua belah pihak,” tandasnya.

Dalam pertemuan juga disampaikan berbagai permasalahan hubungan industrial yang terjadi di sejumlah perusahaan terkait karyawan yang dirumahkan, karyawan kontrak, hingga terkait karyawan yang belum diikutkan dalam jaminan sosial.

Ibnu Mas’ud dikutip dari Radar Pekalongan/Editor