Ilustrasi
Majelis hakim memutuskan SK pemberhentian dianggap cacat hukum
(SPNEWS) Jakarta, Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta mengabulkan seluruh gugatan DH, ASN penyandang disabilitas, terhadap Menteri Keuangan dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) atas perkara SK pemberhentian yang dijatuhkan Menkeu kepada DH.
Diketahui, DH merupakan seorang ASN penyandang disabilitas mental yang pada 15 November 2021 menggugat Menteri Keuangan RI, karena diberhentikan tidak atas permintaan sendiri.
Dalam putusannya, hakim menilai SK pemberhentian yang dijatuhkan Menkeu cacat prosedur karena tidak didahului dengan pembentukan tim pemeriksa yang dimandatkan PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan hanya didasarkan atas penilaian atasan saja.
“Adanya tim pemeriksa tersebut dimaksudkan agar pemberhentian ASN dilakukan secara komprehensif, obyektif, dan terhindar dari penilaian yang subyektif,” kata Charlie, dari LBH Jakarta dan Perhimpunan Jiwa Sehat, dalam keterangan resmi, (3/6/2022).
Hakim menilai, DH terbukti secara sah menderita skizofrenia paranoid yang merupakan bentuk disabilitas mental, pada saat ia dianggap mangkir dan tidak dapat melakukan pembelaan.
Kondisi DH ini didasarkan pada bukti surat, saksi, dan ahli yang dihadirkan di persidangan. Kondisi tersebut menurut hakim, merupakan alasan yang sah dan masuk akal, sehingga seharusnya pada saat DH memberitahukan kondisi tersebut pada Kemenkeu dan meminta dipekerjakan kembali, Kemenkeu sudah seharusnya meninjau kembali SK Pemberhentian dan memulihkan hak DH berdasarkan ketentuan UU No 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
Selain itu, hakim juga menyatakan SK Banding Aministratif BPASN yang menolak permohonan banding DH terbukti cacat hukum. Hakim menilai, SK BPASN tidak diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan PP No 79 Tahun 2021. Hakim juga menilai penolakan upaya administratif DH merupakan tindakan diskriminatif, karena tidak mempertimbangkan kondisi DH sebagai penyandang disabilitas mental.
“DH merupakan seorang ASN penyandang disabilitas mental yang pada 15 November 2021 menggugat Menteri Keuangan RI atas pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, yang dikirimkan pada keluarganya pada Februari 2021,” terang Charlie.
Adapun, dasar pemberhentian DH karena ia dianggap mangkir dari pekerjaan dalam beberapa periode waktu di tahun 2020, padahal hal tersebut diakibatkan oleh penyakit skizofrenia paranoid yang mulai diderita DH yang saat itu tidak tertangani. DH diberhentikan setelah 10 tahun lebih mengabdi pada instansi tersebut.
“Kami berpandangan bahwa putusan ini merupakan preseden penting bagi perlindungan dan pemenuhan hak-hak disabilitas, khususnya hak-hak disabilitas mental di Indonesia. Kami menuntut Menteri Keuangan dan BPASN untuk segera menjalankan putusan dan tidak mengajukan upaya hukum. Hal ini sebagai bentuk pemenuhan tanggung jawab negara terhadap hak-hak penyandang disabilitas,” terang Charlie.
SN 09/Editor