Gambar Ilustrasi

(SPN News) Beberapa negara di Asia Tenggara telah mengimplementasikan skema manfaat asuransi pengangguran, yaitu : Thailand, Vietnam, dan Laos. Thailand mulai melaksanakan program ini sejak 2004, Vietnam pada 2009 sedangkan Laos merupakan negara terbaru yang mulai menerapkan skema model ini. Sementara itu negara Asia Tenggara lainnya belum melakukan inisiatif ini.

Bentuk model kompensasi lain yang juga dilakukan di negara berkembang terutama di Amerika Latin adalah tabungan pengangguran (unemployment insurance saving account). Satu hal yang membedakan antara program ini dengan program asuransi pengangguran adalah pada risiko yang dibebankan oleh individu. Para pekerja diwajibkan untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung dan hanya boleh diambil ketika mengalami pemutusan hubungan kerja atau menjadi pengangguran. Negara-negara yang menggunakan skema ini antara lain Argentina, Brasil, Columbia Ekuador, Panama, Venezuela, dan Peru.

Baca juga:  BURUH JAWA TENGAH TETAP MINTA KENAIKAN UPAH 2023 SEBESAR 13 PERSEN

Salah satu yang jadi acuan skema kompensasi yang jadi acuan adalah skema yang dilakukan di Chile dengan menggabungkan tabungan individu dengan dana solidaritas. Sistem ini disebut juga dengan sistem hibrid yang menekankan pada risk sharing antara pemerintah, pekerja dan pemberi kerja.

Skema lain yang umum dilakukan adalah asistensi/bantuan untuk pengangguran. Bentuk program ini adalah dengan memberikan dana untuk pengangguran yang dinilai tidak mampu menjaga standar hidup minimal. Biasanya program ini dibarengi dengan adanya program asuransi pengangguran.

Studi yang dilakukan oleh SMERU Research Institute juga menyebutkan bahwa untuk membuat skema asuransi pengangguran yang tepat sasaran harus memperhatikan karakteristik tenaga kerja Indonesia terutama pada faktor sektor pekerjaan serta aspek demografi. Selain itu, faktor lemahnya kapasitas administrasi Indonesia terutama dalam pengawasan juga patut dipertimbangkan.

Baca juga:  KALEIDOSKOP SPN JUNI 2017

Menurut data BPS, lebih dari 50% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal. Belum lagi ditambah yang menyandang status setengah menganggur, tentu pemberian asuransi pengangguran akan berdampak pada besarnya moral hazard yang mungkin ditimbulkan.

Selain itu, kebanyakan pengangguran di Indonesia adalah mereka yang memiliki pendidikan tinggi tetapi belum memiliki pengalaman kerja dan masih tinggal bersama orang tuanya. Bagi kelompok ini, akses untuk ke lapangan pekerjaan jauh lebih penting. Dilihat dari sisi administratif, kapasitas administrasi Indonesia yang masih lemah juga dapat memicu pemberian asuransi pengangguran menjadi tidak tepat sasaran.

SMERU Research Institute mengusulkan skema tabungan pengangguran digunakan untuk membuat skema kompensasi jangka pendek dan dilanjutkan dengan bantuan pengangguran untuk jangka Panjang.

SN 09/Editor