Mereka menyuarakan perbaikan hak-hak pekerja dan perlindungan terhadap buruh migran perempuan.
(SPN News) Taipei, Lebih dari 100 buruh migran Indonesia dan Filipina di Taiwan berunjuk rasa memprotes kekerasan berbasis gender dan mendesak perbaikan kondisi kerja. Namun yang menarik, aksi ini menarik perhatian banyak orang karena diekspresikan melalui tarian flash mob dan digelar di stasiun utama Taipei yang menjadi pusat transportasi di ibukota Taiwan itu, pada Minggu ( 24/3).
Dalam aksi yang mengusung tema “Bangkit untuk Sistem yang Lebih Baik, setidaknya terdapat 135 buruh migran yang terlibat. Mereka menyuarakan perbaikan hak-hak pekerja dan perlindungan terhadap buruh migran perempuan.
Salah satu organisasi yang terlibat dalam peristiwa ini adalah Migrante Taiwan. Menurut pimpinan perkumpulan itu, Gilda Banugan, meskipun berbagai kebijakan terkait buruh migran, termasuk melalui kampanye “One Billion Rising Taiwan”, telah dilakukan selama tujuh tahun berturut-turut namun sampai saat ini pemerintah tidak banyak melakukan perbaikan terhadap kondisi kerja buruh migran perempuan.
Lebih lanjut ia mengatakan, banyak buruh migran perempuan, termasuk yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga hanya mendapatkan gaji 550 US Dollar (Rp 7,8 juta) per bulan. Ketika diwawancara oleh CNA, Gilda menyebut penghasilan itu tak cukup untuk biaya hidup dan mengirimkan uang ke kampung halaman.
Bahkan, menurut pimpinan Migrante Taiwan itu, bukan saja kesejateraan buruh migran perempuan yang terancam. Akan tetapi juga mereka kerap dipaksa untuk bekerja melebihi waktu yang telah ditentukan dan mengalami pelecehan fisik serta seksual.
Hal semacam ini sebenarnya tak patut terjadi. Pasalnya, dalam UU Buruh di Taiwan, menurut Gilda, pembantu rumah tangga seharusnya dijamin dengan asuransi kerja dan dilibatkan dalam sistem keselamatan kerja yang bersifat jangka panjang sehingga buruh migran memiliki hak yang sama dengan rekan-rekan seprofesi mereka.
Migrante Taiwan juga mendorong diberikan beberapa hak belum dapat dinikmati oleh seluruh buruh migran di Taiwan. Beberapa di antaranya adalah pembayaran gaji ketika mengambil hak cuti, perlindungan terhadap pungutan liar, dan memberikan liburan selama sehari dalam seminggu atau pembayaran biaya lembur bila kerja di hari libur.
Sampai saat ini tercatat terdapat 700 ribu buruh migran di Taiwan. Menurut data pemerintah, sekitar 380 ribu di antaranya adalah perempuan. Sebagian besar dari mereka, sekitar 90 %, bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
SN 09 dikutip dari Law-justice.com/Editor