Pasuruan menjadi daerah yang paling banyak mengajukan penangguhan UMK 2019 yaitu sebanyak 24 perusahaan

(SPN News) Surabaya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertran) Jatim rencananya akan melakukan kajian terkait dampak kenaikan UMK pada industri di Jatim pada 2019 mendatang, mengingat banyaknya perusahaan di Jatim yang mengajukan penangguhan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo mengatakan posisi daerah yang paling tinggi mengajukan penangguhan adalah Pasuruan yakni 24 perusahaan. Kemudian ada Surabaya sebanyak 23 perusahaan, Sidoarjo 22 perusahaan, Kabupaten Gresik ada 9 perusahaan, kabupaten Mojokerto 7 perusahaan, Kabupaten Kediri sebanyak 3 perusahaan, dan Kabupaten Malang ada 2 perusahaan. Untuk Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Probolinggo, Kota Kediri, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Jombang masing-masing tercatat satu perusahaan mengajukan penangguhan pembayaran UMK. “Kebanyakan mengajukan penangguhan dengan alasan tidak mampu membayar sesuai dengan UMK 2019 yang sudah ditetapkan,” kata Himawan.

Baca juga:  TURNAMEN SEPAK BOLA SPN CUP 2018 DI PT PWJ

Menurutnya, kenaikan UMK ini akan dikaji terkait dampak kenaikan UMK pada industri di Jatim. Kajian yang dilakukan meliputi jumlah perusahaan di Jatim yang tutup dan jumlah perusahaan yang direlokasi. “Kemudian perusahaan yang direlokasi apakah tetap di wilayah Jatim, di luar Jatim atau malah ke luar negeri,” ujarnya.

“Kajian akan dilaksanakan mulai Januari hingga Februari dan diharapkan Maret sudah ada data yang valid. Kajian tersebut akan diusulkan pada pusat untuk mempertimbangkan formula kenaikan UMK selama ini,” imbuhnya.

Sementara itu Gubernur Jatim  Soekarwo mengatakan kenaikan UMK tidak mengganggu investasi di Jatim. Menurutnya jika ada perusahaan yang relokasi bisa di daerah ring 2 atau tiga ketimbang ke luar provinsi Jatim yang biaya produksinya lebih murah. “Contoh di Ngawi atau Madiun masih lebih murah sekitar 1.600.000 ketimbang pindah ke Jawa Tengah,” katanya.

Baca juga:  MELANGGENGKAN STATUS PEKERJA KONTRAK

Pakde Karwo mengatakan tidak ada hubungan kenaikan UMK hingga menyebabkan karyawan mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurutnya, PHK bukan disebabkan oleh kenaikan UMK. “Jadi UMK ini adalah ongkos produksi. Kalau ada PHK berarti perusahaan tersebut mengalami penurunan penjualan,” pungkasnya.

Shanto dikutip dari berbagai sumber/Editor