Tim Pengawasan Terpadu BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) dan Kemnaker RI temukan 3.645 Perusahaan (seluruh indonesia) tidak taat aturan BPJS Ketenagakerjaan

 

(SPN News) Jakarta, Tim Pengawasan Terpadu BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) melakukan inspeksi perusahaan dan menemukan 3.645 Perusahaan (seluruh indonesia) tidak taat aturan BPJS Ketenagakerjaan. Inspeksi ini didasarkan oleh Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPJS Ketenagakerjaan, dan Kemnaker RI Nomor : Per/251/112017 tentang Sinergi Perluasan Kepesertaan dan Peningkatan Kepatuhan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja & K3 Kementerian Ketenagakerjaan Irjen Pol Drs Sugeng Priyanto SH MA I dan Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis dalam acara Press Conference Peningkatan Kepatuhan Norma Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Melalui Pengawasan Terpadu di kantor Kemnaker Jakarta, (12/10/2018).

Dalam Acara ini turut hadir juga Deputi Direktur Bidang Pengelolaan Kepesertaan BPJSTK Zainuddin dan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja & K3 Kementerian Ketenagakerjaan Sugeng Priyanto serta Direktur Pengawasan Norma Kerja & Jaminan Sosial, Bernawan Sinaga.

“Sudah jelas aturan yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 bahwa setiap pekerja wajib menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, jadi kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi hak perlindungan pegawai yang mereka pekerjakan artinya mereka melanggar undang-undang,” tegas Sugeng.

Baca juga:  PENANDATANGANAN MOU GBB DAN SPN TRAINING CENTER

Dia mengungkapkan, masih banyak perusahaan besar yang tidak patuh aturan, perusahaan yang sama sekali tidak mendaftarkan pegawainya, perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian pegawainya, perusahaan yang melaporkan upah tidak sesuai dengan yang seharusnya atau hanya melaporkan gaji pokok sementara yang seharusnya dilaporkan adalah take home pay dan ada juga perusahaan yang tidak mengikuti full program BPJS Ketenagakerjaan. “Padahal berdasarkan aturan jumlah omset mereka wajib mengikuti 4 program BPJS Ketenagakerjaan,” tambahnya.

Sementara Direktur Kepeserta BPJS Ketenagakerjaan Ilyas Lubis menjelaskan, sesuai dengan amanah undang-undang, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 Program perlindungan yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) , Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKm) yang merupakan hak seluruh pekerja di Indonesia. Dari total 122,3 Juta pekerja di Indonesia terdapat 89,42 Juta potensi eligible yang berhak atas perlindungan jamian sosial ketenagakerjaan namun hanya 49,5 Juta yang terdaftar sebagai peserta.

Baca juga:  TARIK ULUR PENETAPAN UPAH JEPARA BERUJUNG DEADLOCK

“Peserta BPJS ketenagakerjaan saat ini sebanyak 49,5 juta, namun yang aktif hanyalah 29,5 juta. Ini juga merupakan salah satu ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan yang berlaku yaitu menunggak pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.

Sedangkan Direktur Pengawasan Norma Kerja & Jaminan Sosial, Bernawan Sinaga menegaskan, untuk pengenaan sanksi kepada perusahaan-perusahaan tidak taat aturan akan ditindak berdasarkan aturan yang tertera. Yakni pada Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang Jo. Permenaker Nomor 4 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif. Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

“Implementasi dari peraturan itu Kemnaker telah menerbitkan 7 rekomendasi pengenaan sanksi administratif (TMP2T) kepada unit pelayanan publik tertentu. Selain menemukan data perusahaan bandel, dari hasil kerja sama kami dengan Tim Pengawasan Terpadu BPJS Ketenagakerjaan juga telah berhasil memulihkan hak-hak jaminan sosial ketenagakerjaan kepada 56.119 pekerja,” jelasnya.

Shanto dikutip dari sindonews.com/Editor