68 juta buruh anak di seluruh dunia dan 2,3 juta buruh anak di Indonesia rawan terhadap kekerasan dan eksploitasi

(SPN News) Jakarta, Memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak (World Day Against Child Labour – WDACL) yang jatuh setiap 12 Juni, masyarakat Global menyerukan untuk mengakhiri pekerja anak. Diperkirakan sekitar 68 juta buruh anak di seluruh dunia dan 2,3 buruh anak di Indonesia memiliki risiko terhambat tumbuh kembang dan memerlukan perlindungan khusus dari kekerasan dan eksploitasi.

Tercatat sebanyak pekerja anak yang tersebar pada sektor pertanian (59%), jasa (24%), manufaktur (7%), dan berbagai sektor lainnya. Sektor utama ini menjadi penggerak ekonomi nasional, terutama sektor pertanian yang menyangkut farming (pertanian), perkebunan, perikanan, dan peternakan tentunya akan berpengaruh dalam percaturan ekonomi global bila terjadi pembiaran pada prinsip bussines yang menjadi acuan dalam kompetisi global saat ini.

Anak-anak Indonesia tidak bisa terhindarkan dari pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan kerja dan gangguan atas tumbuh-kembangnya, karena situasi pendidikan yang belum menjamin semua anak terakseskan pada pendidikan 12 tahun. Para pekerja yang belum siap berkompetensi di lapangan pekerjaan dan berada pada situasi pekerjaan yang tidak layak (Not decent work) dimana orang tua belum berdaya secara ekonomi dan masih rentan dalam situasi kemiskinan, dunia usaha yang masih mengabaikan prinsip bussiness yang menjamin hak-hak anak, dan pengawasan dari negara yang masih belum kuat.

Masih banyak anak yang putus sekolah, hanya lulus SD dan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan, kemana setelah putus/tamat ? Dapat dipastikan akan menyebar memasuki semua sektor pekerjaan. Akankah mereka menjadi sumberdaya yang kompetiitif dan siap memasuki lapangan pekerjaan layak (Decent Work) di era kompetisi global saat ini ? Tentu situasi ini akan menambah semakin lemahnya kompetensi tenaga kerja untuk berkompetisi dengan negera dunia.

Baca juga:  PERINGATAN MAYDAY ALA YOGYAKARTA

Pekerja anak telah memiliki kontribusi ekonomi bagi kesinambngan ekonomi keluarga miskin dan kelompok marginal, namun demikian tindakan ini bisa merugikan asset sumberdaya manusia yang kompetitif di masa depan. Ketika negara-negara maju melayani anak-anak dengan pendidikan berkualitas, tetapi anak-anak Indonesia harus bertahan hidup di dunia kerja.

Sebanyak 2,3 juta anak bekerja yang tersebar di sektor pertanian, perdagangan, jasa dan manufaktur memerlukan tindakan segera. Peraturan, kebijakan dan program di pusat dan daerah terkait ketenagakerjaan, pendidikan, sosial dan perlindungan anak telah ditetapkan sebagai komitmen nasional.

Perlu disadari adalah apakah komitmen dan upaya selama ini telah memastikan semua anak berada di bangku pendidikan, memperoleh jaminan sosial, terbebaskan dari kekerasan & eksploitasi dan mengalami pemberdayaan ekonomi?. Tantangan ini tentu menjadi motivasi kuat dan komitmen yang lebih dalam untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia.

Hal ini penting bagi pemerintah, organisasi masyarakat dan sektor swasta untuk memastikan semua anak berada di bangku sekolah, memperoleh layanan tumbuh kembang yang berkualitas, terlindungi dari tindakan kekerasan dan eksploitasi. Penting untuk diingat bagi masyarakat agar tidak mempekerjakan anak pada usia dibawah 18 tahun. Oleh karena itu semua pihak penting untuk melakukan tindakan segera (immediate action) secara terintegrasi dan berkesinambungan.

Baca juga:  KLARIFIKASI PT PAN BROTHERS TBK TERKAIT GUGATAN PKPU MAYBANK

Adapun langkah – langkah yang bisa dilakukan diantaranya :

1. Segera wujudkan wajib belajar 12 tahun untuk memastikan semua anak berada di bangku pendidikan dan mencegah anak memasuki lapangan pekerjaan secara dini.

2. Selain itu harus ditingkatkan pula usia minimum bekerja menjadi 18 tahun, usia minimum memasuki pekerjaan saat ini masih ditetapkan usia 15 tahun. Usia ini tentu masih masa tumbuh kembang bagi anak, bila usia 15 tahun sudah berada pada lapangan kerja, maka tumbuh kembang anak akan terhambat dan melemahkan kompetisi di tingkat global.

3. Mendorong sektor swasta untuk melaksanakan prinsip Child Rights in Business Principle (CRBP) dalam etika usaha. Prinsip ini diharapkan dapat mengikat di semua rantai pasokan dari hulu dan hilir yang terbebas dari pekerja anak.

4. Mengefetifkan sistem pengawasan negara di semua sektor pekerjaan. Kejadian di Pabrik Petasan pada 26 Oktober 2017 di Kosambi Kabupaten Tangerang merupakan bukti bahwa sistem pengawassan masih lemah dan perlunya peningkatan efektifitas sistem pengawasan terhadap pekerja anak.

5. Memperluas cakupan dan jangkauan layanan jaminan sosial dan perlindungan anak. Untuk memastikan bahwa mereka yang saat ini menjadi pekerja anak mendapatkan intervensi secara terpadu dan berkesinambungan. Tindakan cepat dan efektif bagi pekerja anak diperlukan agar segera mendapatkan layanan dan memastikan pemenuhan terhadap tumbuh-kembangnya.

Shanto dikutip dari rimanews.com/Editor