Foto Istimewa
(SPNEWS) Jakarta, Sekitar lebih dari 10 menit aku terlambat berangkat menuju rutinitasku. Pastinya dengan angka perlambatan tersebut akan membuat situasi jalan yang kulalui akan berbeda situasinya, beruntung ketika kondisinya baik namun akan menjadi kerugian ketika situasinya kurang baik. Dan benar saja sekitar 30 menit perjalanan, antrian panjang truk trailer mengular mengikuti lekuknya jalan. Akan terlihat seksi dan indah ketika aku menikmatinya melalui drone camera atau aku yang terbang di atas situasi tersebut seandainya itu bisa dilakukan. Tapi saat ini aku cuma manusia biasa yang tak punya kelebihan untuk bisa terbang kecuali khayalan dan pikiranku.
Saat itu pula pikiranku langsung terbang memikirkan jalan untuk bisa kulewati agar target waktu yang sudah ditanam diotak ini bisa terpenuhi. Akhirnya aku harus melanggar etika berkendara, melawan arus dengan melewati jalur berseberangan (tidak untuk ditiru ya …). Begitu panjang antrian kemacetan tersebut, tak terbayangkan ketika aku harus bersabar melalui jalur yang semestinya. Entah kapan akan sampai di lokasi tempatku menjadi kuli korporasi.
Tiba di ujung kemacetan, terkunci diantara perlawanan arus kendaraan. Semua karakter manusia muncul walaupun entah ada relevansinya atau tidak dengan karakter sebenarnya dalam kehidupan nyata manusia-manusia tersebut. Dianalogikan bahwa perjalanan itu adalah perjalanan kehidupan, lalu ketika terjadi kemacetan dalam kehidupan itu apa yang kan dilakukan ? Ada yang bersabar menunggu kemacetan terurai hingga akhirnya dia bisa berjalan kembali dengan lancar. Sebagian lain ada yang mencoba melawan arus seperti yang kulakukan walaupun akhirnya harus juga terkunci di titik utama kemacetan tersebut.
Lalu ketika sudah terkunci di titik utama kemacetan, ada yang terus memaksa untuk terus bergerak walaupun dengan celah yang pas-pasan untuk bisa melewatinya, ada juga yang bertahan mengadu arus walaupun sudah tahu dia berada di posisi arus yang salah, ada yang tetap menahan diri sambil menunggu momentum pas untuk bergerak. Ada juga yang mencoba terus bergerak membuka celah agar semakin lebar yang akhirnya membantu mereka di belakangnya untuk bisa lolos dari jeratan kemacetan tersebut.
Sekali lagi, entah ada relevansinya atau tidak. Tapi itulah perjalananku kali ini, cukup melelahkan. Demi hidup untuk terus bergerak maka harus diubah cara kerja alamiah otak kita.
SN 07/Editor