Dalam pembahasan UMK 2019 ini SPN masuk menjadi anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara
(SPN News) Jepara, Pembahasan penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Jepara 2019 kemungkinan akan berjalan alot dibanding tahun lalu. Pembahasan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara akan dilaksanakan Rabu (24/10), di Aula Dinas Koperasi, UMK, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jepara. Kemungkinan alotnya pembahasan itu tak lepas dari masuknya anggota baru dari unsur serikat pekerja/serikat buruh. Sebelumnya pekerja/buruh hanya diwakili Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Untuk tahun ini Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara ditambah lagi dari perwakilan Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Dua organisasi ini tahun lalu menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Jepara menolak usulan UMK yang dihitung dengan rumus sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang pengupahan.
‘’Kami memang menolak PP 78/2015. Jika menggunakan rumus PP itu, maka upah pekerja naiknya hanya sedikit,’’ terang pengurus DPC SPN Jepara, Ahmad Arifin.
Perlu diketahui, jika menggunakan perhitungan UMK berdasarkan PP 78/2015, UMK Jepara 2019 hanya naik Rp 139.148, sebab patokan kenaikanya hanya 8 persen dari UMK tahun ini, Rp 1.739.360,- Kenaikan itu lebih rendah sekitar Rp 200,- dibandingkan kenaikan UMK sebelumnya. Tahun lalu, dari SPN dan FSPMI mengusulkan UMK 2018 sebesar Rp 2,4 juta. Namun Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara tetap mengusulkan ke Gubernur Jateng karena tetap menggunakan PP 78/2015. SPN dan FSPMI pun melakukan aksi demonstrasi.
Sementara untuk tahun ini, lanjut Arifin, pihaknya akan mengusulkan UMK 2019 sebesar Rp 2,6 juta. Sebab tahun lalu sudah mengusulkan Rp 2,4 juta. Di sisi lain, berdasarkan perhitungan mereka, angka Rp 2,6 juta itu sesuai dengan kebutuhan para pekerja.
‘’Dengan kenaikan upah yang kecil tahun depan, banyak mengambil lembur untuk mendapatkan tambahan upah. Kenyataannya, para pekerja mayoritas adalah perempuan. Dengan lembur, aktivitas di rumah tangga dan sosial mereka juga terganggu,’’ tambah Arifin.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jepara, Maskur Zaenuri menjelaskan, kenaikan UMK sebesar 8 persen tersebut dinilainya wajar. Sehingga harapannya kenaikan dengan perhitungan sesuai PP 78/2015 itu diterapkan di Jepara.
‘’Tahun lalu kami gugat Gubernur Jateng karena UMK yang diputuskan lebih tinggi dari perhitungan PP 78/2015,’’ tegasnya.
Namun Maskur mengakui kendati naik 8 persen, UMK tetap sulit diterapkan di sektor mebel. Sebab sistem kerja di industri mebel masih tradisional atau kekeluargaan atau ada sistem borongan.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, UKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jepara, Trisno Santosa menuturkan, besaran UMK yang nantinya akan diusulkan ke Gubernur Jateng tetap menggunakan aturan PP 78/2015.
‘’Nanti UMK Jepara naik sekitar delapan persen sekian. Tapi UMK ini nantinya kan merupakan upah terkecil. Kenyataan di lapangan, jika pekerja sudah bekerja lebih dari setahun, upahnya sudah lebih tinggi lagi,’’ kata Trisno.
Shanto dikutip dari berbagai sumber/Editor