Gambar Ilustrasi

Banyak aturan yang awalnya diatur dalam kewenangan pemerintah daerah menjadi wewenang dari pemerintah pusat

(SPN News) Jakarta, RUU Cipta Kerja menghapus persyaratan administratif yang meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Persyaratan tersebut diganti dengan kewajiban bagi setiap bangunan gedung untuk memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan.

RUU Cipta Kerja mengatur Perizinan Berbasis Risiko/Risk-based Licencing (Pasal 8-13). Model perizinan seperti ini membutuhkan klasifikasi usaha yang syarat perizinannya akan menyesuaikan dengan risiko (tingkat bahaya) dari usaha tersebut. Penilaian risiko ditinjau dari aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan/atau pemanfaatan sumber daya dilakukan dengan memperhitungkan jenis kegiatan usaha, kriteria kegiatan usaha, lokasi kegiatan usaha, dan/atau keterbatasan sumber daya. Berdasarkan Pasal 8 ayat(7) RUU Cipta Kerja, kegiatan usaha berisiko tinggi yang memerlukan NIB dan izin. Izin tersebut merupakan persetujuan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.

Baca juga:  KONFERCAB I DPC SPN KABUPATEN LEBAK

Implikasi dari ketentuan Perizinan Berusaha berbasis risiko adalah pemerintah harus menyusun klasifikasi yang jelas mengenai jenis usaha dan jenis izin yang akan digunakan. Lebih lanjut, harus tersedia indikator yang jelas untuk mengkategorisasi bentuk usaha. RUU meletakkan kategorisasi tersebut dalam Peraturan Pemerintah.

SN 09 dari Kertas Kebijakan Catatan Kritis dan Rekomendasi Terhadap RUU Cipta Kerja FHUGM/Editor