Ilustrasi

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi turunan UU Cipta Kerja terkait ketenagakerjaan, fokus membahas PHK dan pesangon.

(SPNEWS) Jakarta, Pemerintah kini sedang membahas sejumlah rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang menjadi turunan dari UU Cipta Kerja. Salah satunya yang terkait dengan ketenagakerjaan. Dalam pembahasan RPP ketenagakerjaan, persoalan pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi fokusnya.

“Kita di lapangan banyak mengamati dan memberikan masukan-masukan RPP ke konfederasi untuk dilakukan perubahan ke pemerintah. UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan lebih memberikan kepastian dan perlindungan ke pekerja,” kata Ketua Biro Konseling dan Advokasi Serikat Pekerja Indofarma Tri Okta Sulfa Kimiawan saat webinar ‘Implementasi Skema Baru PHK dan Pesangon dalam UU Cipta Kerja’ (13/12/2020).

Adapun RPP klaster ketenagakerjaan digodok bersama serikat buruh, Kadin, dan, pemerintah. Pembahasan itu termasuk revisi PP Nomor 78/2015 tentang pengupahan.

Menurut Tri Okta Sulfa, saat ini publik menanti RPP yang menjadi aturan turunan UU Cipta Kerja, terutama Klaster Ketenagakerjaan. Di dalam RPP tersebut terdapat banyak perhatian, di antaranya tentang PHK dan pesangon.

Baca juga:  PEMKAB CIANJUR REKOMENDASIKAN KENAIKAN UMK 2023 SEBESAR 15 PERSEN

Berdasar data Kementerian Ketenagakerjaan, kata Tri Okta, pada 2019 hanya 27 persen pengusaha yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU 13/2003. Sisanya, 73 persen tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.

Bahkan, laporan World Bank yang mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS 2018 menyatakan bahwa 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan; 27 persen pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima; dan 7 persen pekerja menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.

Dengan fakta tersebut, Tri Okta menegaskan, upaya yang harus dilakukan tidak sekadar memperbaiki regulasi. Lebih penting lagi adalah edukasi dan sosialisasi kepada pengusaha. Mereka diminta untuk patuh dalam pembayaran pesangon pekerja sesuai ketentuan yang berlaku.

“UU Cipta Kerja menjadi angin segar dan mampu menjadi solusi dari masalah pesangon sehingga memberikan kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun. Meskipun jumlah pesangonnya lebih kecil, dari 32 menjadi 25 kali gaji, tapi ini lebih pasti untuk melindungi pekerja,” terangnya.

Pesangon adalah kewajiban pengusaha. Cepat atau lambat, pesangon harus dibayarkan. UU Cipta Kerja hadir untuk menata aturan ketenagakerjaan di Tanah Air menjadi lebih baik. UU Cipta Kerja diyakini mampu meningkatkan iklim usaha yang kondusif, menciptakan lapangan kerja baru, dan memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Tentunya tanpa mengabaikan hak-hak pekerja yang semestinya.

Baca juga:  POLDA BANTEN TETAPKAN DIREKTUR PT MITRA WORKSHOP SEBAGAI TERSANGKA

“Artinya Pemerintah berkomitmen memastikan pembayaran PHK dan kita berharap perusahaan tidak boleh abai terhadap pesangon yang telah menjadi hak para pekerja dalam melakukan PHK,” terang pengajar UBK itu.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan membedakan jenis dan banyaknya kompensasi yang didapatkan pekerja. Dulu pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela tidak berhak atas uang pesangon.

Kini, di UU Cipta Kerja menegaskan bahwa pengusaha wajib membayar uang pesangon (UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima, tanpa membeda-bedakan berdasar alasan terjadinya PHK.

“Sehingga, pekerja yang mengalami PHK baik karena mengundurkan diri atau karena alasan-alasan lainnya yang diatur dalam UU Cipta Kerja sama-sama berhak atas UP dan/atau UPMK dan UPH,” tandasnya.

SN 09/Editor