Ilustrasi
KPK bekerja sama dengan OJK berupaya menutup celah praktek gratifikasi dalam penempatan simpanan deposito milik pemerintah daerah yang ditempatkan di sejumlah perbankan nasional.
(SPNEWS) Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya menutup celah praktek gratifikasi dalam penempatan simpanan deposito milik pemerintah daerah yang ditempatkan di sejumlah perbankan nasional. Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan berujar lembaganya bakal memastikan motif dari penyimpanan deposito tersebut untuk mencegah moral hazard di kemudian hari.
“Pertama kami cek apakah deposito ini berpengaruh pada adanya pembayaran anggaran yang tertahan, apakah ini benar-benar dana menganggur, lalu yang kedua kami mencari adakah yang menyimpannya di luar Bank Pembangunan Daerah (BPD) beserta alasannya,” ujar Pahala kepada (3/11/2020).
Pemda memang memiliki simpanan dana perbankan, khususnya di BPD, dengan total dana yang diparkir mencapai Rp 252 triliun hingga 30 September 2020. Adapun sebanyak Rp 75,2 triliun atau 30 persen dari jumlah tersebut berbentuk deposito.
Pahala berujar harus dipastikan bahwa motif penempatan dana Pemda di perbankan disertai dengan tata kelola yang baik. Pasalnya, komisi anti rasuah pernah menangani kasus adanya imbalan yang diberikan bank kepada pejabat Pemda setelah melakukan penempatan dana deposito daerah di bank tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi dan meminta OJK untuk membuat surat edaran ke bank bahwa feedback atau marketing fee yang ditujukan untuk pejabat Pemda atau Kepala daerah itu tidak boleh,” katanya. Kecuali, imbalan balik diberikan bank kepada atas nama lembaga dan dananya kembali ke kas daerah.
Ketua Dewan Audit OJK Ahmad Hidayat mengungkapkan otoritas mendukung penuh strategi pencegahan korupsi yang digulirkan KPK. Terkait hal ini, OJK meminta pelaku industri jasa keuangan, khususnya perbankan untuk menerapkan ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP).
“Kami berharap ke depan akan semakin banyak yang menerapkannya,” ujar Ahmad. Dengan implementasi rencana strategis tersebut, diharapkan praktek korupsi dan penyuapan di lingkup industri jasa keuangan dapat diantisipasi. “Sehingga kita juga bisa menekan biaya-biaya yang tidak seharusnya dikeluarkan, dan ini menjadi sinyal yang baik juga kepada pasar bahwa industri jasa keuangan kita bisa patuh terhadap ketentuan tersebut,” katanya.
Salah satu bank yang telah menerapkan sistem tersebut adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rully Setiawan mengatakan perseroan telah memperoleh sertifikat ISO tersebut pada 10 Agustus 2020.
“Selama ini kami juga sudah memiliki beberapa kebijakan yang terkait dengan pencegahan korupsi, antara lain ketentuan pengendalian gratifikasi, peraturan disiplin pegawai, code of conduct, dan etika bisnis,” ujarnya.
Kebijakan tersebut termasuk melarang pegawai Bank Mandiri untuk memberikan dan atau menerima gratifikasi yang mengandung unsur suap dari dan atau kepada pihak-pihak yang memiliki potensi benturan kepentingan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menuturkan tak hanya perbankan, sosialisasi dan edukasi perlu juga dilakukan kepada pihak Pemda untuk mengedepankan transparansi dan integritas dalam mengelola dana.
“Tugas Pemda bukan untuk mencari penerimaan dari sisi pengelolaan dana, sehingga harus dipastikan apakah ada unsur kesengajaan ketika menempatkan dana demi mendapatkan bunga lalu menahan simpanan sedemikian lamanya,” kata dia. Penguatan pengawasan kata dia harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk semakin menutup celah penyelewengan dalam pengelolaan dana daerah.
Selain itu, kesadaran pemimpin daerah akan hal ini menurut Eko juga perlu ditingkatkan.
“Misalnya tidak bisa karena memiliki kuasa kemudian memberikan perintah untuk menyimpan dana di tempat tertentu, gratifikasi dalam konteks pengelolaan dana publik tidak dapat dibenarkan.”
SN 09/Editor