Ribuan buruh di sepanjang aliran sungai Citarum berpotensi terkena PHK akibat proyek Citarum Harum
(SPN News) Bandung, akibat kerusakan dan pencemaran di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang semakin parah, maka pemerintah melakukan pembenahan dan ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Pepres) Nomor: 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Tetapi akibat proses perbaikan aliran sungai Citarum tersebut berdampak bagi sekitar 3.000 buruh pabrik tekstil di sekitar DAS Citarum yang harus berhenti bekerja. Mereka diberhentikan secara sepihak oleh perusahaan untuk sementara. Alasannya, perusahaan tekstil yang bersangkutan harus memperbaharui atau justru membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Sebelum IPAL ini rampung 100 persen, maka perusahaan tidak bisa memproduksi sebagian mesin yang selama ini dijalankan.
“Untuk angka pastinya kami masih belum ada. Tapi angka itu (3.000) kemungkinan hanya yang masuk anggota API Jabar saja. Bisa jadi di luar anggota juga ada,” ujar Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jabar, Rizal Tanzil Rakhman beberapa waktu lalu.
IPAL, lanjut Rizal, merupakan instalasi untuk mengolah limbah dari pabrik tekstil sebelum dibuang ke Citarum. Saat ini pihak dari Satgas Citarum mulai melakukan penutupan IPAL yang limbah buangannya dianggap tidak sesuai dengan baku mutu. Ketika IPAL itu ditutup jelas pelaku industri tidak mungkin menjalankan produksi manufaktur yang selama ini memang menghasilkan limbah.
Rizal mengatakan, penutupan sejumlah IPAL perusahaan tekstil oleh Satgas Citarum jelas merugikan. Terlebih Satgas meminta perusahaan untuk membangun atau memperbaiki IPAL jika ingin berproduksi secara normal. Padahal untuk membangun IPAL membutuhkan modal yang tidak sedikit. Rizal menyebut, sedikitnya anggaran yang dibutuhkan industri tekstil membangun pengolahan limbah sedkitnya Rp10 miliar. IPAL dengan dana tersebut terbilang minim. “Untuk IPAL yang agak lumayan pelaku usaha minimal harus ngeluarin uang Rp15 miliar,” ujarnya. Pembangunan IPAL pun tidak mudah meski ada uang, sebab perusahaan membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Jika lahan tersebut tidak ada di pabrik, maka IPAL harus dibangun di tempat yang cukup jauh dari pabrik dan ini menjadi persoalan lain yang belum terpecahkan.
Karena ada penutupan IPAL seccara sepihak yang mayoritas dilakukan Satgas Citarum, saat ini banyak pelaku industri tekstil yang terpaksa tidak menjalankan produksi secara maksimal. Sebab ketika produksi dijalankan maka limbah yang dihasilkan tidak bisa dibuang ke IPAL seluruhnya karena memang tidak bisa tertampung. Dari pantauan API Jabar saat ini memang sudah ada perusahaan yang berusaha membangun IPAL baru di kawasan pabrik. Karena pembangunan tersebut jelas beberapa titik di dalam pabrik tidak bisa digunakan. Ini berdampak pada operasional mesin yang dihentikan.
Hal yang dianggap menyesakkan oleh para pelaku industri karena pemerintah seakan lepas tangan dalam memecahkan persoalan IPAL pabrik. Pemerintah melalui Satgas Citarum hanya bisa menutup IPAL tanpa memberi solusi pasti bagaimana agar produksi industri ke depan bisa berjalan normal kembali. Pembangunan IPAL, lanjut Rizal, kenapa tidak murah karena memang teknologi yang ada saat ini mahal. Sebagai penentu kebijakan, pemerintah seharusnya bisa mencari jalan bagaimana ada teknologi IPAL yang sesuai dengan kantung pelaku industri. Kalau saat ini karena investasinya tidak sedikit, maka pembangunan IPAL butuh waktu dan uang.
“Sekarang kita mau pinjam ke bank juga makin sulit karena mereka pikir industri tekstil sudah tidak terlalu bagus,” papar Rizal.
Sepanjang kawasan DAS Citarum yang padat dengan pembuangan limbah baik domestik maupun industri, pemerintah daerah sebenarnya memiliki IPAL Terpadu Cisirung yang selama ini dijadikan tempat untuk mengolah limbah. Sayangnya kondisi IPAl ini disebut sudah tidak memadai menampung berbagai macam limbah yang dihasilkan industri. Hal ini membuat pelaku industri kemudian memilih mengolah limbahnya secara mandiri meski hasilnya kurang maksimal. API Jabar pun meminta pemerintah bisa membangun IPAL terpadu lain khususnya untuk industri yang tidak berada dalam satu kawasan. Sebab bagi kawasan industri tertentu mereka biasanya sudah memiliki IPAL komunal yang bisa digunakan bersama-sama.
Berdasarkan informasi yang dihimpun para pelaku usaha, memang sudah ada sejumlah perusahaan yang berinisitif akan membangun IPAL terpadu seperti di Cisirung. Namun langkah ini akan berat jika pemerintah tidak memberikan dukungan secara penuh.
SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor