Ilustrasi

(SPNEWS) Jakarta, Rapat Paripurna DPR RI resmi mengesahkan revisi Undang-Undang (RUU) tentang perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Aturan itu menjadi landasan hukum untuk memperbaiki UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Apakah RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang PPP dapat disetujui menjadi Undang-undang?,” Kata Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 masa persidangan V, Selasa (24/5/2022).

“Setuju,” kata seluruh anggota yang hadir dan diikuti ketok palu.

Puan menjelaskan pihaknya telah menerima surat dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa pendapat akhir presiden atas RUU PPP akan disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai Menko Bidang Perekonomian Ad Interim.

Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menyampaikan terima kasihnya kepada DPR RI. Dengan disetujuinya RUU, dinilai semakin mempercepat pemulihan ekonomi bangsa.

Baca juga:  CUTI DIANGGAP MANGKIR, LEONARDUS MANDUS DIPHK

“Terima kasih yang tulus dan penghargaan setinggi-tingginya atas berbagai pandangan dan masukan yang sangat konstruktif, serta persetujuannya dalam menyepakati hal-hal yang sangat penting dan strategis dalam RUU perubahan kedua atas UU PPP ini,” jelasnya.

Sebelumnya MK memerintahkan kepada pembentuk UU untuk melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dalam waktu dua tahun sejak diputuskan November 2021. Dalam rangka perbaikan pembentukan UU Cipta Kerja tersebut, pembentuk UU diminta segera membentuk landasan hukum yang baku untuk jadi pedoman dalam pembentukan UU dengan menggunakan metode Omnibus Law yang mempunyai sifat kekhususan.

“Pengaturan landasan hukum metode Omnibus Law dilakukan melalui perubahan terhadap UU PPP. Dengan pemuatan metode Omnibus Law dalam UU PPP, maka pembentukan peraturan perundang-undangan memiliki cara atau metode yang pasti, baku dan standar, serta memenuhi azas untuk pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode Omnibus Law,” tutur Sri Mulyani.

Baca juga:  DUGAAN DISKRIMINASI UPAH DI STARBUCKS

Pengaturan metode Omnibus Law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dinilai merupakan pendekatan hukum ke arah yang dinamis dan progresif, di mana hukum harus mampu untuk mengatur perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang berkembang dinamis.

“Dengan demikian hukum akan terus tumbuh, berubah, dan berkembang untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada jamannya,” jelasnya.

RUU PPP yang disahkan ini nantinya akan menjadi landasan hukum bagi UU Cipta Kerja. Revisi UU PPP dilakukan lantaran pada UU 12/2011 sebelumnya masih belum mengatur mengenai metode Omnibus Law.

Revisi UU PPP sebelumnya ditolak oleh para buruh. Dalam aksi May Day lalu, para kelompok buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) menolak revisi UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Revisi tersebut dianggap hanya untuk melegalkan metode Omnibus Law UU Cipta Kerja, tanpa memperbaiki substansi UU Cipta Kerja yang diminta oleh Mahkamah Konstitusi pada keputusan sebelumnya.

SN 09/Editor