Ilustrasi
(SPNEWS) Bandung, berbagai media belakangan ini mengabarkan bahwa di Jawa Barat Barat, puluhan ribu orang telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Kabupaten Bandung, Rukmana, tak menyangkal di Kabupaten Bandung juga ada yang di PHK tapi jumlahnya tak besar.
“Kalau di Kabupaten Bandung, ada memang perusahaan yang melakukan PHK, tapi gak masif dan jumlahnya gak gede, hanya beberapa ratus orang,” ujar Rukmana, (2/11/2022).
Rukmana memaparkan, bahkan ada beberapa perusahaan, yang datang meminta pandangan kepada pihaknya.
“Saya ngasih solusi, agar tak di-PHK, tapi dikurangi jam kerjanya atau gimana, saya rasa itu solusi. Kalau tidak di rumahkan, artinya bekerja secara bergantian, itu juga solusi,” kata Rukmana.
Rukmana, menjelaskan, ketika terjadi Pandemi Covid, kemarin itu hampir ribuan, nah sekarang isu nya resesi.
“Ada memang yang berkurang pekerjanya tapi kenyataannya gak seperti itu. Contoh kemarin-kemarin ada salah satu perusahaan yang melapor ke kami akan melakukan pengurangan, tapi data ke kaminya belum ada, tuh, karena harus diselesaikan dulu hak pekerja serta yang lainnya,” katanya.
Sekarang, kata Rukmana, isunya itu, yang padat karya seperti industri garmen dan tekstil yang banyak ada pengurangan pekerja.
“Kami tahu di Kabupaten Bandung itu sangat banyak industri tekstil dan garmen, Makanya kami kebingungan soal angka 79.000 (yang di PHK di Jawa Barat) itu, belum jelas sumber dan datanya,” kata Rukmana.
Rukmana mengatakan, dengan adanya resesi Kabupaten Bandung bukan terbilang aman dan normal, tapi data yang masuk ke pihaknya itu baru ratusan orang yang di PHK.
“Ada memang pengaduan tapi itu juga belum diselesaikan, ada lagi perusahaan datang ke saya, mau mengurangi jam kerja. Nah, kalau bicara soal angka, saya sendiri belum tahu angkanya berapa dan darimana, kalau dari 79.000 berapa angka di Kabupaten Bandung,” ujarnya.
Atau mungkin, kata Rukmana, karena kemarin ada isu Kahatex, yang katanya merumahkan ribuan orang, itu kan masuknya Sumedang.
“Nanti juga kalau seperti Covid, datanya bakal mirip seperti itu, berapa yang di PHK dan dirumahkan,” kata Rukmana.
Rukmana mengaku, justru ia belum menerima data perusahaan, yang akan merumahkan, tapi sebetulnya di rumahkan itu normatif, artinya perusahan itu tetap bayar upah.
“Tapi kalau dia bayar upah di bawah 100 persen, maka harus dirundingkan, nah si perundingannya itu dilaporkan ke kami, sehingga jadi data,” ujarnya.
Kemarin, kata Rukmana, ada dua surat dari perusahaan yang mau mengurangi jam kerja. “Nah, saya sekarang sedang mempelajari aturan hukumnya seperti apa karena bisa jadi, ini juga soal upah yang belum terbayarkan. Keduanya belum saya kasih jawaban juga,” ujarnya.
Menurut Rukmana, bisa jadi data si Jawa Barat yang di PHK sebesar itu, jumlah yang besarnya di daerah lain bukan di Kabupaten Bandung. “Sebab kami juga belum mendapat data sebesar itu,” ucapnya.
SN 09/Editor