Seperti yang kita ketahui bahwa Presiden Joko Widodo pada 26 Maret 2018 telah menandatangani Perpers No 20/2018 dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 29 Maret 2018. Perpres ini berlaku setelah tiga bulan terhitung sejak tanggal diundangkan. Perpres ini menggantikan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dibuat pada era presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Apakah Perpres No 20/2018 ini sesuai dengan ketentuan yang ada yang mengatur tentang ketenagakerjaan ?, tentu harus kita telaah lebih lanjut. Misalnya saja pasal 10 Perpres No 20/2018 yang berbunyi bahwa persetujuan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) tidak dibutuhkan bagi TKA pemegang saham, pegawai diplomatik, dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah. Padahal pada pasal 43 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyebut pemberi kerja harus mendapatkan persetujuan RPTKA. Pasal 42 UU No 13/2013 tentang Ketenagakerjaan juga mewajibkan setiap TKA memiliki izin tertulis dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Baca juga:  SPN KUNJUNGI MOROWALI, PASTIKAN HAK-HAK DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

Pasal lain dalam Perpers No 20/2018 yaitu pasal 22 menyebutkan bahwa  TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak. Vitas merupakan syarat mutlak bagi TKA untuk mendapatkan Izin Tinggal Sementara (itas) yang izinnya dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Ini memiliki makna bahwa kini persetujuan TKA masuk ke Indonesia bisa melalui dua pintu, yakni Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Hukum dan HAM. Padahal, menurut UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, izin hanya boleh diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa Perpers No 20/2018 ini banyak melanggar ketentuan UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Kalau kita mendengarkan alasan bahwa Perpers ini adalah untuk mengundang dan mempermudah investasi, bukankah Perpers No 72/2014 yang telah dikeluarkan oleh Presiden SBY pun adalah sama?. Semuanya dilakukan dengan alasan investasi.

Baca juga:  PKB dan SERIKAT BURUH

Pertanyaannya sederhananya, apakah dengan terbitnya Perpers No 20/2018 ini investasi akan lebih banyak masuk ke Indonesia?, atau hanya akan membuat Tenaga Asing lebih banyak di Indonesia?, lalu tenaga kerja Indonesia sendiri mau dikemanakan?, padahal sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan sedang getol – getolnya agar tenaga kerja Indonesia mengikuti pelatihan kompetensi di BLK. Apakah ini tidak menjadi sesuatu yang kontra produktif ?. Apakah akhirnya tenaga kerja Indonesia harus menjadi TKI saja di luar negeri ?, sementara lapangan kerja di dalam negeri diisi oleh Tenaga Asing tersebut !.

Shanto dari berbagai sumber/Editor