Gamabr Ilustrasi

Rencana pengesahan RUU Minerba menuai banyak polemik

(SPN News) Jakarta, Peneliti Yayasan Auriga Nusantara, Iqbal Damanik, mengkritik rencana Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah yang akan mengesahkan Rancangan Undang-undang Minerba. Dia menduga rencana pengesahan ini terkait dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang pembahasannya bakal lebih lama karena penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan.

“Semakin menguat dugaan RUU Minerba salah satu trade off (tukar guling) dari RUU Omnibus Law yang ditunda,” kata Iqbal (10/5/2020).

Iqbal juga menganggap rencana pengesahan RUU Minerba ini terkait dengan sejumlah kontrak Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang akan habis. Dia menduga pemerintah dan DPR ingin memfasilitasi para pengusaha tambang tersebut.

Baca juga:  OKNUM HRD TAMPAR PEKERJA BERUJUNG HUKUMAN KURUNGAN PENJARA

“Kalau ngotot disahkan, dugaannya karena ingin mengakomodir PKP2B yang akan berakhir,” ujar dia.

Iqbal mengatakan ada benang merah antara pembahasan di RUU Minerba dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, misalnya pasal terkait perpanjangan PKP2B. Ia menyebut pasal-pasal perpanjangan PKP2B sama di kedua draf aturan ini.

Salah satunya ialah Pasal 169A dan 169B dalam RUU Minerba. Pemegang Kontrak Karya (KK) dan PKP2B bisa memperoleh perpanjangan menjadi Izin usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa melalui lelang. Selain itu, kewenangan perizinan pertambangan pun digeser ke pemerintah pusat.

Dengan ketentuan-ketentuan tersebut, RUU Minerba dianggap ingin memberikan karpet merah kepada pengusaha tambang. RUU ini pun termasuk satu dari sejumlah RUU bermasalah yang ditolak dalam aksi #ReformasiDikorupsi pada September 2019.

Baca juga:  DI PHK SEPIHAK, BURUH PT PEI HAI JOMBANG GELAR AKSI UNJUK RASA

Menurut Iqbal, penolakan itu semestinya menjadi gambaran untuk DPR dan pemerintah untuk mendalami terlebih dulu RUU tersebut. Namun, kata dia, malah tak ada pelibatan masyarakat sipil dalam pembahasan RUU carry over tersebut.

SN 09/Editor