(SPNEWS) Seorang pekerja dapat diberhentikan dengan tidak suka rela atau sepihak tanpa kesepakatan karena bermacam-macam hal, antara lain karena rendahnya performa kerja/kurang produktif, melakukan pelanggaran perjanjian kerja baik itu Peraturan Perusahaan mau pun Perjanjian Kerja Bersama. Tetapi tidak semua kesalahan pekerja berujung pemecatan karena harus berdasarkan besarnya tingkat kesalahan.

Pengusaha memungkinkan melakukan PHK kepada pekerjanya apabila pekerja tersebut melakukan pelanggaran sesuai yang diatur dalam perjanjian kerja (PP/PKB) setelah pekerja tersebut diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga berturut-turut. Surat peringatan tersebut diatur sebagaimana yang tercantum dalam Perjanjian Kerja (PK)/Peraturan Perusahaan (PP)/Perjanjian Kerja Bersama (PKB) masing-masing perusahaan.

Selain karena kesalahan pekerja, PHK mungkin dilakukan karena alasan lain, seperti : apabila perusahaan melakukan efisiensi, penggabungan perusahaan, perusahaan merugi, perusahaan pailit/bangkrut maupun PHK terjadi karena keadaan dikuar kuasa pengusaha (force majeure) seperti terjadi bencana alam, perang dll.

Baca juga:  KENAIKAN IURAN BPJS KESEHATAN RESMI DIBATALKAN

UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan secara tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan : pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, pekerja menikah, pekerja perempuan hamil atau melahirkan atau keguguran atau menyusui anaknya, pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK/PP/PKB,  pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak kejahatan, karena perbedaan paham/agama/aliran politik/suku/warna kulit/golongan/gender/kondisi fisik/status perkawinan, pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit karena hubungan kerja yang menurut dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Baca juga:  KEMENHUB TETAPKAN TARIK OJEK ONLINE Rp1.850-Rp2.600 PER KM

Dan perlu diketahui bahwa walaupun pekerja melakukan kesalahan berat/melakukan tindak pidana yang disengaja maupun tidak disengaja, perusahaan tidak dapat memPHK secara semena-mena karena pasal 158 UU No 13 Tahun 2003 telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi artinya hak pekerja seperti gaji pokok, tunjangan dan lain-lain harus tetap dibayarkan oleh perusahaan sebelum terbukti atau mempunyai keputusan tetap dari Pengadilan yang menyatakan bersalah atau tidaknya seorang pekerja. Dan jika sudah diputus bersalah maka pekerja tersebut berhak atas pembayaran uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang pengantian hak (UPH).

Shanto dari berbagai sumber/Coed