Pasal 172 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan pada dasarnya telah memuat norma yang sesuai dengan prinsip keadilan bagi pekerja yang sakit dan memberi kepastian hukum bagi pekerja yang sakit melampaui 12 bulan secara terus menerus
(SPN News) Jakarta, Pemerintah memandang argumentasi Pemohon yang meminta tafsir Pasal 172 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait alasan PHK sakit berkepanjangan bukanlah persoalan konstitusionalitas norma yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Sebab, permintaan agar MK menambah frasa “bukti rekam medis dari kedokteran atau keterangan rumah sakit” agar bisa di-PHK dan mendapat uang pesangon bukan kewenangan MK.
“Petitum Permohonan yang intinya menginginkan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan direvisi atau penambahan materi memberi ‘bukti rekam medis dari kedokteran atau keterangan resmi sakit dari rumah sakit’ baru bisa mendapat uang pesangon, bukanlah kewenangan MK,” ujar Direktur Jenderal Perselisihan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker, Haiyani Rumondang mewakili pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU Ketenagakerjaan di ruang sidang MK, Rabu (24/10/2018) seperti dikutip situs MK.
Haiyani beralasan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan tidak bisa dilihat secara terpisah. Sebab, pasal itu tidak bisa diterapkan sebelum diterapkan terlebih dahulu Pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan. Pasal ini berbunyi,
“ Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.”
”(Sebenarnya) terdapat kewajiban pengusaha melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang bekerja di perusahaan sesuai dengan Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, sehingga alasan yang digunakan oleh Pemohon menjadi tidak relevan,” dalihnya.
Menurutnya, pasal tersebut pada dasarnya telah memuat norma yang sesuai dengan prinsip keadilan bagi pekerja yang sakit dan memberi kepastian hukum bagi pekerja yang sakit melampaui 12 bulan secara terus menerus. Hal ini juga memberi kepastian hukum bagi pengusaha yang akan melakukan PHK bagi pekerja yang sakit melampaui 12 bulan secara terus menerus.
Selengkapnya, Pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyebutkan, “ Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Permohonan ini diajukan Direktur Utama PT Manito World Kim Ham Hyun dan Karyawan PT Manito World yakni Banua Sanjaya Hasibuan, David M. Agung Aruan, dan Achmad Kurnia. Pemohon beralasan Pasal 172 Ketenagakerjaan ini tidak mengatur ketika pekerja/buruh minta di-PHK dengan alasan sakit berkepanjangan melebihi setahun harus melampirkan bukti rekam medis dari dokter atau keterangan resmi dari rumah sakit.
Pasal itu hanya mengatur pekerja atau buruh yang sakit berkepanjangan melampaui 12 bulan dapat mengajukan PHK dan diberikan hak uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dua kali ketentuan, uang pengganti hak. Aturan ini bisa berdampak pada kebangkrutan dan menimbulkan kecurigaan antara pekerja dan pengusaha yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kepastian hukum yang adil.
Apabila ada kewajiban menyertakan rekam medis sebagai bukti sakit berkepanjangan akan berpengaruh baik pada hubungan kerja antara pengusaha dan buruh. Sebab, pengusaha bisa mengetahui penyakit yang diderita dan akhirnya pengusaha mau membayar kewajibannya kepada pekerjanya sesuai Pasal 172 UU Ketenagakerjaan ini.
Karena itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk memberi tafsir konstitusional atas berlakunya Pasal 172 UU Ketenagakerjaan sepanjang alasan pengajuan PHK sakit berkepanjangan ditambah frasa “memberi bukti rekam medis dari kedokteran atau keterangan resmi dari rumah sakit” dalam pasal tersebut. Permintaan ini agar tidak ada permasalahan antara pekerja dan pengusaha di kemudian hari. (Baca Juga: Menaker Ingatkan Pentingnya Sistem Pengupahan yang Berkeadilan)
shanto dikutip dari hukumonline.com/Editor