Setiap tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari Peringatan Pekerja Rumah Tangga Internasional, banyak dari kita yang tidak mengetahui dan memahami apa hakekat dari Pekerja Rumah Tangga. Pekerja Rumah Tangga (PRT) menurut Wikipedia yaitu : Pembantu Rumah Tangga, asisten rumah tangga atau sering disebut pembantu adalah orang yang bekerja di dalam lingkup rumah tangga majikannya. Di Indonesia di saat masa penjajahan Belanda, PRT disebut baboe (dibaca babu) sebuah istilah yang kini kerap digunakan sebagai istilah berkonotasi negatif untuk pekerjaan ini.
PRT mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah dan mengasuh anak-anak. Dibeberapa negara, PRT dapat pula merawat orang lanjut usia yang mengalami keterbatasan fisik. Di beberapa negara, karena adanya kesenjangan ekonomi yang tinggi dan minimnya kesempatan kerja, sebuah keluarga kelas menengah “urban” sanggup memperkerjakan “pembantu seumur hidup”. Banyak negara mendatangkan PRT dari luar negeri. Negara semacam ini termasuk kebanyakan negara di Timur Tengah, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan. Sumber utama PRT mencakup Filipina, Thailand, Indonesia, Sri Langka, Vietnam, Mongolia dan Ethiopia.
Gaji PRT kecil sehingga ada hukum yang mengatur hak PRT. Konvensi ILO No 189 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga mendorong Indonesia membuat draft Rancangan Undang-Undang PRT yang dapat menjadi dasar hukum pengaturan PRT. Ada sedikitnya 52,6 juta orang bekerja didunia yang bekerja sebagai PRT, termasuk yang dikirim ke luar negara mereka. Tapi bisa saja jumlahnya mendekati 100 juta orang dan 80% diantaranya adalah PRT wanita, dilansir dari data ILO, PRT rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan semena-mena, seperti upah rendah dan penganiayaan, karena mereka dianggap bukan sebagai pekerja formal dan tidak berhak mendapatkan kondisi kerja normal seperti pekerja di sektor formal. Untuk itu Konvensi ILO No 189 disetujui dalam sidang ILO di Geneva, Swiss, Konvensi yang merupakan perlindungan bagi PRT diseluruh dunia ini akan menjadi landasan untuk memberi pengakuan dan menjamin PRT mendapatkan kondisi kerja layak sebagaimana pekerja di sektor lain.
Di Indonesia perjuangan untuk menuntut Undang-Undang perlindungan terhadap PRT masih menghadapi jalan yang panjang dan berliku. Rancangan UU tersebut telah diajukan kepada DPR sejak tahun 2004, tetapi hingga kini belum ada tanda-tanda akan segera disahkan. Akibat tidak ada payung hukum, pelaku kekerasan terhadap PRT selama ini hanya mendapatkan hukuman ringan, sementara kekerasan yang diterima korban sudah mengancam keselamatan jiwa.
Oleh karena itu perlu segera didesak agar DPR segera mensahkan UU perlindungan bagi PRT sehingga tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan kepada PRT, PRT yang tidak diberi upah atau upah yang tidak layak, jam kerja yang lebih manusiawi dll.
Shanto dari berbagai sumber/ Coed