Ilustrasi
Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) Tolak Undang-Undang Cipta Kerja mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK)
(SPNEWS) Jakarta, Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) Tolak Undang-Undang Cipta Kerja mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gerakan yang didalamnya tergabung beberapa aliansi buruh dan lembaga masyarakat ini mengajukan permohonan uji materil dan formil terhadap UU Cipta Kerja. Secara materiil mereka mempermasalahkan Pasal 42, 81 dan 83 yang dinilai telah merugikan para pemohon.
“Dengan ini mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Pasal 42 Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,” demikian yang tertulis dalam berkas permohonan di laman www.mkri.id, (18/12/2020).
Sementara pada pengujian formil, para pemohon merasa dirugikan secara konstitusional dengan keberadaan UU Cipta Kerja. Adapun pemohon mengajukan permohonan dengan alasan pembentukan UU ini merupakan kesalahan karena kekurangan cakapan pada pembuatan undang-undang.
Kemudian, UU Cipta Kerja dinilai meninggalkan partisipasi publik khususnya stakeholder terkait seperti para buruh.
“Sejak awal perencanaan RUU Cipta kerja hingga perundang-undangan dan terjadi pelanggaran asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,” demikian salah satu kutipan diberkas permohonan.
Para pemohon juga melihat ada catatan kejanggalan dalam naskah akademik yang dilampirkan dalam penyertaan RUU Cipta kerja. Mereka mengatakan naskah akademik tidak pernah disebarluaskan oleh pihak pembuat UU. Selain itu, di dalam draft naskah akademik tersebut juga masih terdapat kesalahan bukan sekedar kesalahan penulisan, tapi halaman yang salah, warna penulisan.
Serta adanya perbedaan naskah akademik yang diunggah di laman Kementerian Koordinator Perekonomian.
“Diubahnya naskah UU Cipta Kerja hasil kesepakatan paripurna, UU Cipta kerja secara asalnya rancu sumber hukum dan tidak sesuai teknik maupun substansi penyusunan suatu undang-undang,” demikian yang tertulis dalam berkas permohonan.
SN 09/Editor