Pemerintah telah memutuskan anggaran DBH-CHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) sebesar Rp 1,48 triliun untuk dana talangan BPJS Kesehatan. Dana itu melengkapi dana talangan BPJS Kesehatan yang berasal dari APBN Rp 4,9 triliun dan pajak rokok Rp 1,1 triliun.
(SPN News) Jakarta, Pemerintah telah memutuskan anggaran DBH-CHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) sebesar Rp 1,48 triliun untuk dana talangan BPJS Kesehatan. Dana itu melengkapi dana talangan BPJS Kesehatan yang berasal dari APBN Rp 4,9 triliun dan pajak rokok Rp 1,1 triliun. DBH-CHT merupakan dana dari cukai rokok yang diterima negara. Pemerintah mentransfer DBH-CHT ke daerah-daerah penghasil cukai rokok, semisal Jawa Tengah dan Jawa Timur. Porsi dana DBH-CHT yang ditransfer itu sebesar 2 persen dari penerimaan cukai yang terkumpul di pemerintah pusat.
Dengan begitu, dana talangan BPJS Kesehatan yang diambil dari DBH-CHT adalah dana milik daerah. “Itu (diambil dari) alokasi APBD,” kata Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. Sebelum mentransfer DBH-CHT ke daerah, pemerintah terlebih dulu memungut biaya untuk dana talangan BPJS Kesehatan.
Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, ketidakdisiplinan pemda dalam mengelola APBD menjadi celah bagi pemerintah pusat untuk mengambil dana talangan dari sektor tersebut. Selain itu Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa masih banyak permasalahan dalam implementasi belanja daerah yang berasal dari dana DBH-CHT dan pajak rokok. Masalah tersebut, misalnya, administrasi sampai pengawasan. Yang pada akhirnya membuat realisasi belanja daerah kurang maksimal.
“Di saat yang sama terdapat masalah pendanaan BPJS Kesehatan. Oleh karenanya, menjadikan DBH-CHT dan pajak rokok sebagai sumber pendanaan defisit BPJS Kesehatan merupakan solusi yang tepat dan cermat,” kata Pras.
Pemerintah, kata Yustinus, sebaiknya tidak hanya bergantung dari DBH-CHT dan pajak rokok saja jika ingin menambal BPJS Kesehatan dengan dana yang lebih besar. “Karenanya, ekstensifikasi objek cukai menjadi kebutuhan yang amat mendesak sebagai upaya perluasan sumber pembiayaan,” ujarnya.
Solusi yang dapat dilakukan pemerintah misalnya ekstensifikasi cukai ke beberapa objek, seperti tempat hiburan dan minuman tidak beralkohol. Hal ini telah banyak dilakukan di banyak negara lain di dunia.
Bantuan dana dari pemerintah rencananya akan diberikan bertahap. Pada (24/9) pemerintah menggelontorkan Rp 4,9 triliun dari APBN. Selanjutnya pada Oktober dan Januari 2019 akan turun secara bertahap dana dari pajak rokok yang totalnya mencapai Rp 1,1 T. Melihat hal ini BPJS Kesehatan merespon positif.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan beberapa langkah yang dapat membantu keuangan perusahaan pasca suntikan dana dari pemerintah. Salah satu yg dikembangkan adalah Supply Chain Financing (SCF).
Program itu untuk menjaga likuiditas fasilitas kesehatan (faskes) mitra BPJS. ”Ini SCF dikembangkan dengan bank-bank nasional dan daerah,” ungkapnya.
Program SCF merupakan program pembiayaan oleh bank yang khusus diberikan untuk membantu percepatan penerimaan pembayaran klaim pelayanan kesehatan faskes mitra BPJS Kesehatan melalui pengambilalihan invoice sebelum jatuh tempo pembayaran. Iqbal berharap dengan SCF ini dapat mempermudah kemitraan BPJS Kesehatan dengan faskes.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga akan menata layanan kesehatan dengan berkoordinasi dengan organisasi profesi kesehatan dan Kementerian Kesehatan. ”Sesuai arahan rapat tinjauan manajemen (RTM) kan diminta mengatur rujukan dan program rujuk balik (PRB),” ujarnya.
Shanto dikutip dari JPNN.com/Editor