Kisah pilu buruh perempuan yang bekerja di perusahaan sawit, melahirkan di kebun dan bekerja tanpa jaminan sosial

(SPN News) Pontianak, Seorang buruh perempuan di perkebunan kelapa sawit terpaksa melahirkan di areal perkebunan dalam perjalanan pulang ke rumah. Sementara di Kubu Raya, seorang buruh melahirkan, setelah pagi hingga siang hari masih bekerja di perkebunan sawit.

Dua temuan LinkAR Borneo itu, menjadi contoh minimnya pemenuhan hak-hak bagi para buruh perempuan yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Bahkan saat hamil besar, sudah mendekati melahirkan, mereka tetap bekerja demi mencukupi kebutuhan hidup.

“Mereka tidak diberi hak untuk cuti. Alasannya karena mereka Buruh Harian Lepas,” ungkap Deputi LinkAr Borneo, Ade Irma Handayani dalam diskusi Konflik Agraria dan Buruh di Perusahaan sawit, (10/6/2018).

Baca juga:  KEMBALI BUPATI KABUPATEN BOGOR TIDAK MAU MENEMUI BURUH

Sejatinya menurut dia, buruh perempuan ini bisa saja berhenti kerja sementara namun harus menyiapkan pengganti. Hal itu diakuinya agar mereka tak diputus kontrak oleh perusahaan.

“Mau tidak mau harus mencari pengganti sementara agar kontraknya tidak diputus. Kalau berhenti begitu saja, tidak dapat pesangon karena status mereka Buruh Harian Lepas. Kalau berhenti, mereka juga harus membuat kontrak baru seperti awal bekerja,” katanya.

Temuan lain dari data yang mereka kumpulkan di lapangan, adalah keberadaan buruh wanita yang mengalami sakit kanker payudara. Akibat sakitnya, buruh wanita ini diberhentikan tanpa pesangon dan tidak didaftarkan perusaan sebagai peserta BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan.

“Ini kita temukan di satu perkebunan sawit di Kubu Raya, padahal dia bekerja lebih dari 25 tahun. Dari upah Rp 15 ribu sampai Rp 75 ribu, tapi statusnya tetap Buruh Harian Lepas,” ujarnya.

Baca juga:  KETIKA KACUNG MERASA JADI BOS

Karena dianggap lemah, menurutnya buruh wanita biasanya ditempatkan di bagian perawatan. Perlakuannya juga berbeda karena menurut perusahaan perawatan bukan bagian dari produksi.

“Bagian perawatan ini sebenarnya sama pentingnya bahkan bisa lebih berbahaya, mereka nyemprot dan pupuk. Sehingga mereka nyebar dengan tangan kosong tanpa baju khusus, masker juga seadanya dan buruh siapkan alat sendiri,” katanya.

Shanto dikutip dari Tribunpontianak.com/Editor