Ilustrasi Aksi Ujuk Rasa Buruh

Buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menyesalkan keputusan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang tidak menaikkan UMK tahun 2022. Padahal gubernur punya kewenangan dalam memutuskan kenaikan UMK dan tidak harus mengacu pada PP No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

(SPNEWS) Ngamprah, Buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menyesalkan keputusan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang tidak menaikkan UMK tahun 2022. Padahal gubernur punya kewenangan dalam memutuskan kenaikan UMK dan tidak harus mengacu pada PP No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

“Kami sangat menyayangkan gubernur tidak mengabulkan tuntutan kenaikan UMK tahun 2022 di KBB. Padahal gubernur punya hak diskresi yang bisa digunakannya,” kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional (DPC SPN), KBB, Budiman, (2/12/2021).

Merujuk pada Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/ Kep.732-Kesra/ 2021 tanggal 30 November 2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, UMK KBB sama seperti tahun 2021 yakni sebesar Rp3.248.283,28. Itu artinya tuntutan kenaikan 7 persen dari buruh tidak dikabulkan.

Baca juga:  DISKUSI SPN KABUPATEN PEKALONGAN

Budiman menilai, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam menetapkan UMK hanya memandang dari aspek regulasi pemerintah pusat saja. Yakni mengacu kepada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Sementara itu gubernur tidak memikirkan rekomendasi dari bupati/wali kota di Jawa Barat.

Padahal, lanjut dia, sebetulnya gubernur itu memiliki diskresi untuk mengabulkan rekomendasi soal kenaikan upah. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Gubernur Pemprov Jawa Timur, yang bisa menaikkan UMK tahun 2022 karena ada diskresi dari gubernurnya.

“Contoh di Jawa Timur ada kenaikan empat sampai lima kabupaten/kota yang dianggap ring satu, dengan rata-rata kenaikan Rp75.000 atau setara 1,74 persen. Tapi kalau acuannya PP 36 pasti tidak akan naik,” tegasnya.

Baca juga:  PSP SPN PT BEES FOOTWEAR INC PEDULI KORBAN BENCANA

Menurutnya, Ridwan Kamil hingga saat ini tidak memperhatikan hal kecil seperti itu dan tidak melihat kondusivitas wilayah. Padahal rekomendasi dari bupati/wali kota tidak asal karena sudah berdasarkan pertimbangan dan masukan saat rapat dewan pengupahan.

“Harusnya hal itu dipertimbangkan dengan menggunakan hak diskresi dan berkomunikasi dengan kementerian,” imbuhnya.

Lebih lanjut, pihaknya juga semakin kecewa karena Ridwan Kamil tidak menemui ribuan buruh secara langsung saat mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, meskipun sudah menunggu hingga malam hari.

“Itu juga jadi komplain kita, padahal ada kesempatan untuk berdiskusi untuk mencari solusi,” pungkasnya.

 

SN 09/Editor