Kenaikan iuran bukan solusi dari pembenahan BPJS Kesehatan

(SPN News) Jakarta, Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan otomatis akan menyelesaikan defisit BPJS Kesehatan. Hal initelah disampaikan oleh banyak pihak bahwa yang menyebabkan BPJS Kesehatan itu defisit adalah karena banyaknya faktor.

Dosen Hukum Kesehatan Universitas Atmajaya Erfen Gustiawan Suwanto mengatakan bahwa defisit BPJS Kesehatan itupun dikeluhkan para praktisi bidang kesehatan, terutama manajemen rumah sakit dan klinik swasta. Bahkan, sejalan dengan defisit tersebut, pada tahun ini tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit di seluruh Indonesia, makin menumpuk.

Secara manajerial, BPJS Kesehatan juga memberikan imbas negatif kepada klinik-klinik swasta. Saat ini, dengan menggenggam BPJS Kesehatan, masyarakat lebih memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di Puskesmas, dengan rujukan langsung ke rumah sakit.

Baca juga:  SAKSI AHLI PEMERINTAH JELASKAN PERBEDAAN PKWT DAN PKWTT DALAM UU CIPTA KERJA

“Alhasil, klinik-klinik swasta mengalami kesulitan operasional. Sebaliknya, pihak pemerintah juga DPR mempunyai argumentasi berbeda terkait defisit anggaran BPJS Kesehatan,” ujarnya, (29/9/2019).

Justru, lanjutnya, DPR dan Pemerintah malah mencurigai praktik tidak benar dari para oknum rumah sakit. Belum lama ini, DPR menemukan kasus di 40 rumah sakit swasta di Sumatra Utara yang dicurigai menyalahgunakan pencairan BPJS Kesehatan. Umumnya, rumah sakit dinilai melakukan markup klaim. Untuk kasus Sumut itu, diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.

Sementara itu Ketua Umum SPN Djoko Heriyono menjelaskan, Undang-Undang Sistim Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) No 40/2004 Tentang SJSN telah merugikan kaum buruh. Sudah waktunya kaum buruh mendorong Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang bagi kedua Undang-undang ini.

Baca juga:  DAFTAR UMP 2022 DI 27 PROVINSI

“Undang-undang SJSN dan Undang-Undang BPJS telah merugikan negara dan kaum buruh bahkan, seluruh rakyat Indonesia. Kalau dibiarkan maka negara dan rakyat terus menerus dirugikan oleh Undang-undang tersebut,” tegasnya.

Ia mengatakan gerakan buruh perlu mendiskusikan bersama, agar perjuangan kesejahteraan pekerja/buruh memperioritaskan terlebih dahulu penerapan norma yang sudah diatur pada UU Ketenagakerjaan secara teknis, baru meningkat pada perjuangan syarat kerja yang lebih baik.

“Terutama Undang-Undang Jaminan Sosial tanpa kecuali persyaratan yang menyebabkan disklaimer. Untuk itu segera revisi atau keluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) UU 40 Tahun 2004 Tentang SJSN tanpa syarat dan disklaimer untuk JK, JKK Jaminan Kesehatan, JHT, dan Jaminan Pensiun,” tegasnya.

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor