Ilustrasi PPN
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mendukung rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
(SPNEWS) Jakarta, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mendukung rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Dalam rangka menggulirkan demand yang lebih tinggi, mau tidak mau, dan menjaga fiskal kita, pemerintah menurut hemat saya layaknya menaikkan PPN,” kata Said di Gedung DPR, (20/5/2021).
Namun sebelum menaikkan tarif PPN, Said meminta pemerintah lebih dulu memastikan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2021 bisa tercapai sesuai target yang ditentukan.
Tercatat, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi tumbuh 4,5 persen – 5,3 persen pada tahun 2021. Di kuartal II mendatang, pertumbuhan ekonomi pun dipasang pada angka 6,9 – 7,8 persen.
“Kalau trennya bagus terus sampai di kuartal IV rata-rata bisa sampai 5 persen, maka memasuki tahun 2022 layak pemerintah menaikkan PPN,” tutur Said.
Said tak memungkiri, kebijakan kenaikan tarif PPN ini akan berdampak pada daya beli masyarakat. Tapi alih-alih masyarakat miskin, kenaikan tarif PPN akan lebih terasa pada masyarakat kelas menengah. Sejauh ini, masyarakat miskin sudah banyak ditopang pemerintah dengan penyaluran stimulus.
“itu kan kelas menengah sebenarnya yang teriakannya agak lebih kencang,” beber Said.
Menurut pembahasan sejauh ini, perubahan PPN akan mengacu pada skema multitarif. Pengenaan pajak dengan skema ini biasanya akan lebih rendah untuk barang-barang yang diperlukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, akan sedikit lebih tinggi untuk barang-barang mewah.
“Pasti multitarif pendekatannya. Tidak bisa semua 15 persen, tidak bisa,” ucap Said.
Sebelumnya, skema multitarif ini memang sudah disebut oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo. Selain skema multitarif, skema single tarif juga menjadi pertimbangan pemerintah.
Dengan skema single tarif, pemerintah hanya perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Undang-undang tersebut telah mengatur tarif PPN berada di kisaran 5 persen – 15 persen. Adapun saat ini, PPN yang dipatok negara sebesar 10 persen atas barang/jasa.
Namun jika yang dianut adalah multitarif, maka pemerintah perlu merevisi UU Nomor 46 Tahun 2009 tersebut. Multitarif berarti tarif PPN berdasarkan barang regular dan barang mewah
“Kalau UU pajak yang sekarang menganut paham single (tarif). Apakah nanti akan multiple, apakah single, nanti diskusinya akan diteruskan,” ucap Suryo beberapa waktu lalu.
SN 09/Editor