Tercatat 43.855 perusahaan di DKI Jakarta menunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan dengan nominal iuran sebesar Rp 1.147.331.624.455,30,
(SPN News) Jakarta, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akan menindak 43 ribuan perusahaan yang diduga belum membayar iuran ke BPJS Ketenagakerjaan. Adapun total iuran yang ditunggak 43 ribu perusaahan itu mencapai Rp 1 triliun.
“Bahwa jumlah perusahaan yang menunggak iuran tercatat 43.855 dengan nominal iuran sebesar Rp 1.147.331.624.455,30,” ucap Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Pathor Rahman, dalam siaran pers (5/12/2018).
Dia menambahkan untuk saat ini, pihaknya akan menargetkan terhadap 82 perusahaan yang nunggak iuran terlebih dahulu. Total tunggakan dari 82 perusahaan itu ialah Rp 32,6 miliar.
“BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta dengan menggandeng Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk melakukan penegakan hukum terhadap 82 perusahaan yang belum menyelesaikan kewajiban untuk melakukan pembayaran Iuran dengan potensi sebesar Rp. 32.635.008.972,42,” ujarnya.
Pathor mengatakan, melalui upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam hal pemenuhan kewajiban terhadap pekerja dan Negara. Tunggakan iuran ini menurutnya mengakibatkan banyaknya pekerja yang merasa haknya tidak dipenuhi oleh perusahaan.
“Sehingga mengakibatkan banyaknya pekerja yang merasa haknya tidak dipenuhi oleh perusahaan dan menghambat BPJS Ketenagakerjaan untuk memenuhi hak normatif dari pekerja yang memang sudah merupakan kewajiban dari perusahaan tersebut,” ungkapnya.
Kasipenkum Kejati DKI Nirwan Nawawi, menjelaskan kejaksaan juga akan menindak secara hukum jika perusahaan tersebut tidak juga mau melakukan pembayaran iurannya kepada BPJS Ketenagakerjaan. Dikatakan Nirwan, perusahaan yang membandel bisa dikenakan sanksi denda dan penjara.
“Jika masih ada perusahaan yang belum membayar iuran, maka akan dilakukan upaya hukum supaya perusahaan patuh akan peraturan dan mendukung program pemerintah. Mengingat juga dalam Undang-Undang BPJS No 24/2011 terdapat sanksi pidana sesuai dengan pasal 55, yang mana perusahaan tersebut akan dikenakan hukuman negara maksimal pidana penjara 8 tahun atau denda sebesar Rp 1 Miliar,” ucap Nirwan.
Shanto dikutip dari IDNJurnal.com/Editor