Jakarta, SPNNews – Gerakan buruh kini tidak cukup hanya menggema di jalanan. Medan perjuangan telah bergeser ke ruang digital. Di sinilah arena pembentukan opini publik terjadi. Menyikapi hal itu, KSPI dan KSBSI menggelar In-House Training Social Media. Acara ini berlangsung di Hotel Amaris Juanda, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
DTDA, KSPI, KSBSI, dan ITUC Asia Pasifik menginisiasi pelatihan ini secara bersama. Mereka menggandeng Nakama Creative Lab sebagai fasilitator. Fokus utamanya adalah penguatan kapasitas media serikat. Peserta belajar mengampanyekan isu Just Transition (Transisi Berkeadilan). Harapannya, narasi tersebut mampu menembus kesadaran publik secara luas.
Ubah Pola Pikir Media
Kegiatan ini menjadi penanda penting bagi gerakan buruh. Serikat harus adaptif dalam memperebutkan ruang wacana. Media sosial kini bukan sekadar etalase dokumentasi aksi. Ia adalah arena strategis. Platform ini menuntut riset mendalam dan perencanaan matang. Narasi juga harus membumi dan relevan dengan kehidupan pekerja.
Sekretaris Jenderal KSPI, Ramidi, memberikan sambutan tegas. Ia menyebut tantangan utama serikat pekerja bukan pada semangat juang. Masalahnya ada pada metode penyampaian pesan. Ramidi menilai konten buruh sering terjebak pada hiruk-pikuk aksi. Akibatnya, publik gagal memahami substansi isu krusial seperti Just Transition.
Evaluasi Dampak Konten
“Selama ini kita merasa sudah bersuara. Kita sudah membuat narasi dan video. Namun ternyata itu belum cukup,” ujar Ramidi.
Ia menambahkan bahwa isu sering kali tidak sampai. Bahkan, respons dari anggota sendiri masih kurang. Ramidi menekankan pentingnya menerjemahkan isu rumit. Bahasa harus sederhana dan inklusif.
Just Transition menyentuh masa depan jutaan pekerja. Publik akan menganggap istilah ini elitis tanpa pengemasan yang tepat. Isu ini pun menjadi berjarak dari realitas pekerja. Pelatihan ini mendorong tim media KSPI–KSBSI untuk refleksi kritis. Tim media harus berani mengevaluasi dampak konten.
Mereka juga perlu memahami respons audiens berbasis data. Tujuannya bukan sekadar mengejar viralitas. Pesan harus bisa memengaruhi kesadaran kolektif.
“Media hari ini bukan lagi pelengkap organisasi. Media telah menjadi alat utama perjuangan serikat pekerja,” pungkas Ramidi.
(SN-08)