Buruh di Kota Semarang telah melakukan survei pasar untuk mengukur KHL sebagai patokan perhitungan UMK
(SPNEWS) Semarang, Buruh di Kota Semarang telah melakukan survei pasar untuk mengetahui dan mengukur kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai patokan perhitungan upah minimum. Konsep pengupahan yang disusun buruh tersebut telah diserahkan ke Pemerintah Kota Semarang.
Anggota Dewan Pengupahan dari unsur buruh, Ahmad Zainudin, mengatakan konsep pengupahan yang diajukan tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk pemerintah.
“Wacana tidak menaikan upah minimum 2021 sangat merugikan kaum buruh. Kami menolak. Jika tak naik dampaknya tidak ada kenaikan pertumbuhan ekonomi,” kata Zainudin, (21/10/2020).
Upah Minimum Kota (UMK) Kota Semarang yang diajukan yakni Rp3.395.930 atau naik sekitar 25 persen dari UMK 2020.
Besaran UMK 2021 itu diperoleh dari perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) Kota Semarang ditambah kebutuhan tambahan wajib buruh pada masa pandemi Covid-19.
Kebutuhan tambahan buruh saat masa pandemi mencapai Rp 366.600. Angka tambahan itu untuk memenuhi kebutuhan semisal masker, sabun, hand sanitizer dan tarif tambahan pembatasan kapasitas transportasi umum.
Ia menyakini kenaikan upah bagi buruh itu akan berimbas pada perputaran ekonomi daerah. Daya beli buruh akan meningkat dan produk UMKM pun banyak yang terserap sehingga mampu mencegah resesi.
“Fungsi upah bukan hanya sebagai eksistensi buruh dan pemenuhan kebutuhan hidup layak saja. Melainkan upah juga dipergunakan untuk menyerap produk komoditas keluaran pabrik dan UMKM sehingga perputaran ekonomi terus berjalan,” ujarnya.
Sementara, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah belum menerima petunjuk dan teknis (juknis) terkait formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dari pemerintah pusat.
“Kami belum menerima surat keterangan soal pengupahan dari kementerian,” kata Kepala Disnakertrans Jateng, Sakina Rosellasari.
Karena belum ada surat terkait formula pengupahan, pihaknya belum bisa berkomentar banyak terkait UMP dan UMK 2021.
Pemerintah perlu mengambil kebijakan upah secara hati- hati supaya tidak menimbulkan gesekan antara pengusaha dan buruh.
“Saya sudah bertemu dengan Bu Menteri (Menteri Tenaga Kerja) saat di Pekalongan kemarin dan menyampaikan soal petunjuk dan teknis soal upah minimum. Sampai saat ini, kami belum menerima jawabannya,” ucap Sakina.
Pihaknya pun tidak berani mendahului pemerintah pusat terkait perumusan UMP dan UMK 2021.
Ketika ditanya soal rekomendasi formula pengupahan dari buruh yang diajukan ke Pemerintah Kota Semarang, ia pun enggan mengomentarinya.
SN 09/Editor