Ilustrasi
Banyak bank yang menolak untuk menerima penempatan deposito dari BPJS Ketenagakerjaan. Alasannya, bank-bank sedang kelebihan likuiditas.
(SPNEWS) Jakarta, Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Michael Ridwan Anggoro mengaku banyak bank yang menolak untuk menerima penempatan deposito dari mereka. Alasannya, bank-bank sedang kelebihan likuiditas.
Edwin menjelaskan kalau pun ada bank yang menerima, maka bunga deposito yang diberikan hanya sekitar 3 persen-3,25 persen. Hal ini sejalan dengan suku bunga acuan Bank Indonesia yang rendah, yakni 3,5 persen.
“Kalau kami tempatkan di deposito, karena likuiditas bank berlebih, maka banyak bank yang menolak deposito kami. Kalau ada bank-bank itu maunya kasih bunga rendah,” ungkap Edwin dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, (30/3/2021).
Saat ini, Edwin menjelaskan BPJS Ketenagakerjaan hanya menempatkan dana di deposito sebesar 12 persen dari total dana kelolaan yang sekitar Rp489,89 triliun. Sementara, sebagian besar dana kelolaan masih ditempatkan di obligasi, yaitu 65 persen.
“Untuk saham 14 persen, reksa dana yang sebagian besar di saham 8 persen, properti 0,4 persen, dan penyertaan langsung 0,1 persen,” jelas Edwin.
Dari penempatan investasi itu, Edwin memproyeksi tingkat pengembalian investasi atau imbal hasil (yield on investment/YOI) dari deposito sebesar 6 persen. Kemudian, obligasi 7,8 persen, saham 4,5 persen reksa dana 1,2 persen, properti 4,4 persen, dan penyertaan langsung 1,1 persen. Sementara, BPJS Ketenagakerjaan mencatatkan floating loss atau rugi mengambang atas investasi yang dilakukan di saham dan reksa dana sebesar Rp23 triliun.
“Waktu kami lakukan investasi saham time horizon bukan untuk satu sampai dua tahun, tapi secara teori 10 tahun-15 tahun. Artinya, ada floating loss satu tahun sampai dua tahun itu wajar karena memang kondisi pasar tidak kondusif akibat covid-19,” imbuh Edwin.
Ia memastikan BPJS Ketenagakerjaan tetap bisa membayar klaim peserta meski ada kerugian dari investasi. Edwin mencontohkan dana di deposito saat ini sebesar Rp70 triliun.
Dana itu diklaim cukup untuk membayar klaim selama dua tahun. Pasalnya, klaim tahun lalu tercatat hanya Rp36 triliun.
“Mungkin ada kekhawatiran di masyarakat bahwa BPJS Ketenagakerjaan karena floating loss tidak punya cukup dana untuk bayar klaim. Kami kebanjiran likuiditas karena untuk klaim satu tahun pada 2020 Rp36 triliun,” kata Edwin.
SN 09/Editor