KONTROVERSI SURAT EDARAN

Putusan MA menegaskan Surat Edaran bisa dimohonkan uji materiil ke Mahkamah Agung.

(SPN News) Jakarta, seperti yang sudah diberitakan sebelumnya bahwa Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak menetapkan UMK Kabupaten/Kota Jawa Barat dengan Surat Keputusan, tetapi hanya dengan Surat Edaran SE). Tentu saja apa yang dilakukan oleh Ridwab Kamil ini menjadi kontroversi karena Ridwan Kamil melanggar UU No 13/2003 tentang penetapan UMK.

Apakah SE masuk kategori perundang-undangan sebagaimana dimaksud UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan?. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Urutannya UUD 1945, TAP MPR, UU/Perppu, PP, Perpres, Perda Provinsi, dan Perda kabupaten/kota. Tidak ada penyebutan SE secara eksplisit.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, mengatakan SE memang bukan peraturan perundang-undangan (regeling), bukan pula keputusan tata usaha negara (beschikking), melainkan sebuah peraturan kebijakan. “Masuk peraturan kebijakan (beleidsregel) atau peraturan perundang-undangan semu (pseudo wetgeving)”.

Pandangan Bayu Dwi Anggono ini sejalan dengan sejumlah doktrin yang dikemukakan Jimly Asshiddiqie, HAS Natabaya, HM Laica Marzuki, dan Philipus M. Hadjon. Surat-surat edaran selalu mereka masukkan sebagai contoh peraturan kebijakan. “Beleidsregel dan pseudo wetgeving adalah produk hukum yang isinya secara materil mengikat umum namun bukanlah peraturan perundang-undangan karena ketiadaan wewenang pembentuknya untuk membentuknya sebagai peraturan perundang-undangan,” jelas dosen ilmu perundang-undangan itu.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) juga punya pandangan serupa. Lembaga pemerhati hukum ini berpendapat Surat Edaran – dalam konteks ini SEMA—bukan produk perundang-undangan, melainkan sebagai instrumen administratif yang bersifat internal. Surat Edaran ditujukan untuk memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai suatu norma peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.

Jika SE bukan peraturan perundang-undangan, lantas bagaimana menguji keabsahannya? Jika bukan keputusan, berarti SE tak bisa digugat ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Praktek selama ini, SE yang tak sesuai dicabut sendiri oleh instansi yang mengeluarkan. Untuk menjawab pertanyaan tadi, bisa coba dilihat dari Pasal 24A UUD 1945. Pasal ini menegaskan MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Dengan rumusan itu berarti MA berwenang menguji semua jenis peraturan perundang-undangan yang tingkatannya di bawah Undang-Undang, misalnya Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah.

Bagaimana dengan Surat Edaran?, jika asumsinya SE bukan peraturan perundang-undangan, maka MA tak bisa mengujinya terhadap Undang-Undang. Sebaliknya, jika SE termasuk kategori peraturan perundang-undangan, maka MA berwenang melakukan pengujian.

Pertanyaan tentang boleh tidaknya MA menguji SE terjawab lewat putusan MA No. 23P/HUM/2009. Dalam putusan ini MA membatalkan SE Dirjen Minerba dan Panas Bumi No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Perppu No 4 Tahun 2009.

Begini pertimbangan majelis hakim agung dalam perkara ini: walaupun SE tidak termasuk dalam urutan peraturan perundang-undangan, tetapi berdasarkan penjelasan Pasal 7 UU No 10 Tahun 2004, SE dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang sah, sehingga tunduk pada tata urutan peraturan perundang-undangan.

Pertimbangan yang hampir sama bisa dibaca dalam putusan MA No. 3P/HUM/2010. Di sini, ada surat biasa yang menurut majelis hakim berisi peraturan (regeling), sehingga layak menjadi objek permohonan hak uji materiil sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2004.

Putusan MA ini menegaskan SE bisa dimohonkan uji materiil ke Mahkamah Agung.

SN 09 dikutip dari berbagai sumber/Editor

Comments (0)
Add Comment