(SPNEWS) Jakarta, Belakangan ini kabar tentang kasus korupsi proyek e-KTP semakin marak dibicarakan, baik di media massa elektronik, Online maupun obrolan di warung kopi. Kasus ini semakin mencoreng negeri ini terutama para pejabat dan wakil rakyat yang “lagi-lagi tega” untuk mengkhianati rakyatnya.

Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib dimiliki oleh semua penduduk yang ada di Republik ini sebagai bukti kependudukan. Maka tidak heran kalau segala urusan harus menggunakan KTP. Dan tentu saja dari kita pernah mengalami betapa ribetnya mengurus dokumen entah itu SIM, membayar pajak dan lain sebagainya sementara mengurus KTP sendiri yang menjadi “senjata sakti” dalam pengurusan dokumen lain pun tak kalah njelimetnya.

Proyek pengadaan e-KTP digulirkan Kementerian Dalam Negeri pada 2011. Saat itu mereka menganggarkan dana sebesar Rp 5,9 triliun untuk membiayai proyek ini. Belakangan diketahui Rp 2,3 triliun dari dana tersebut dikorupsi. Dengan nilai korupsi sebesar Rp 2,3 triliun, maka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP ini bisa didaulat sebagai kasus korupsi terbesar yang pernah terungkap di tanah air. Kasus terbesar kedua adalah proyek Hambalang yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp 706 miliar. Kasus kakap lainnya adalah pengadaan simulator SIM yang diduga menilap duit negara sebesar Rp 196 miliar dan kasus Radio Komunikasi Terpadu dengan kerugian negara sebesar Rp 89 miliar.

Jaksa Penuntut Umum memaparkan hampir separuh dari duit proyek pengadaan e-KTP mengalir ke kantong pejabat Kementerian Dalam Negeri. Duit haram tersebut juga diketahui dinikmati sejumlah politikus dan anggota dewan. Bahkan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Ketua DPR Setya Novanto juga disebut menerima duit rasuah tersebut. Nama besar lain yang disebut menerima duit adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Setya Novanto, Ganjar Pranowo, dan Yasonna Laoly sama-sama membantah telah menerima duit tersebut. Nama mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bersama Nazarudin juga disebut mendapatkan jatah uang proyek e-TKP. Mantan Ketua DPR Ade Komarudin juga disebut mendapatkan jatah.

Baca juga:  GUBERNUR BANTEN MINTA THR TIDAK DICICIL DAN DIBAYAR PENUH

Juru  Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan ada beberapa penerima duit proyek pengadaan e-KTP yang mengembalikan duit yang mereka terima ke KPK. Total duit yang dikembalikan tersebut berjumlah Rp 250 miliar. Uang tersebut diserahkan oleh korporasi atau vendor serta dari perseorangan. Ada 14 orang yang telah datang ke KPK menyerahkan duit tersebut.

Sejak kasus ini mulai dikuliti KPK, tak kurang dari 294 saksi telah dipanggil untuk diperiksa. Mereka berasal dari pemerintahan, legislator, hingga pengusaha. Dari kalangan DPR, setidaknya ada 27 politikus yang telah dipanggil. Dua di antaranya adalah Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Ketua DPR Ade Komarudin. KPK juga memanggil Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, hingga Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardjojo.

Baca juga:  BURUH JAWA BARAT GUGAT HURUF D PADA DIKTUM KETUJUH SK GUBERNUR TENTANG UMK 2020 KE PTUN

Dalam  sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum akan membawa tak kurang dari 24 ribu lembar dakwaan. Sebanyak 13 ribu halaman adalah berkas milik Sugiharto dan 11 ribu halaman lainnya adalah berkas milik Irman. Jika keseluruhan berkas tersebut ditumpuk, tingginya tidak akan kurang dari 2,6 meter. Sampai saat ini KPK saat ini baru menetapkan dua tersangka, yakni Sugiharto dan Irman. Sugiharto dan Irman adalah mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri. Saat proyek e-KTP berlangsung, Sugiharto adalah mantan pembuat komitmen sementara Irman menjabat kuasa pengguna anggaran. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan sangat mungkin jumlah tersangka akan bertambah mengingat total duit yang dikorupsi mencapai Rp 2,3 triliun. Ia bahkan mengatakan akan ada nama-nama besar yang muncul dalam persidangan.

Kita sebagai pekerja khususnya dan sebagai warga negara tentu geram dengan kejadian ini, karena hanya gara-gara KTP di konversi dari kertas ke plastik seperti yang dikatakan bapak Jokowi maka banyak urusan kita yang terhambat. Selain negara kehilangan banyak uang karena di “MALING” oleh para koruptor tersebut tidak terhitung berapa uang dari rakyat yang dipakai untuk bolak balik mengurus KTP beserta teman-temannya!!!.

Shanto dari berbagai sumber/Coed